Senin, 16 September 2013

Sunan Bejagung

Sebagai situs makam yang dikeramatkan, makam Sunan Bejagung yang dikelilingi puluhan pepohonan tua berusia ratusan tahun itu oleh masyarakat diyakini menyimpan berkah. Di antaranya dapat mengeluarkan diri dari nasib ruwet (susah), sekaligus sebagai obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai luka dan penyakit.

Meski pada awalnya makam ini kurang dikenal sebagaimana makam Sunan Bonang. Namun, situs wisata religi Sunan Bejagung atau Syaikh Abdullah Asy’ari yang konon semasa hidupnya menjadi penyulut pelita dan muadzin di Masjidil Haram ini mulai banyak dikunjungi oleh wisatawan.

Cerita-cerita yang berkembang dimasyarakat mulai menarik para peziarah dan wisatawan untuk menyaksikan langsung lokasi wisata ini. Diantara cerita yang masih menjadi keyakinan masyarakat sekitar yakni bahwa pada masanya hanya Sunan Bejagunglah yang mampu menyulut pelita di Masjidil Haram. Dan, yang menakjubkan, ketika waktu manjing (masuk) shalat isya’ tiba, Sunan Bejagung sudah kembali berada di tengah ratusan santrinya menjadi imam shalat.

Hal menarik lainnya yakni sebuah sumur giling yang digali sendiri oleh Sunan yang terletak di sebelah utara komplek makam. Sumur berbentuk persegi yang dipercaya sebagai salah satu maha karya Sunan Bejagung ini airnya tak pernah kering sepanjang musim bahkan saat musim kemarau terparah sekalipun.  Untuk menaikkan air dari sumur ini, dibuat kumparan besar dari kayu yang diletakkan melintang di atas sumur. Kumparan itu dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk diputar. Dengan kedalaman 62 meter, bisa dibayangkan betapa sulitnya menaikkan air dengan katrol kecil.

Karena cara pengambilan air yang menggunakan kumparan kayu besar (gilingan).  Seperti pemintal benang yang banyak digunakan para pengrajin batik gedog dari Kecamatan Kerek, Tuban. Maka sumur hasil karya Syeikh Asy’ari tersebut kemudian dinamakan sumur Giling.

Bagi masyarakat Tuban, terutama yang tinggal di wilayah Kecamatan Semanding, Sumur Giling tak ubahnya sumur zam-zam yang ada di Masjidil Haram, Mekkah, Saudi Arabia. Menurut keyakinan masyarakat setempat, air sumur sedalam 62 meter tersebut memiliki berjuta karamah atau kasiat. Keyakinan itulah yang mengundang banyak orang berbondong-bondong datang ke situs makam salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa ini. Kendati tidak masuk dalam daftar anggota Wali Songo, makam Sunan Bejagung tetap disejajarkan dengan para wali lainnya.

Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, pembuatan sumur tersebut dilakukan  hanya butuh waktu satu hari satu malam. Banyak orang percaya air Sumur Giling Sunan Bejagung mengandung energi luar biasa. Lantaran berada pada kedalaman 62 meter di bawah tanah diyakini mampu membuat badan lebih sehat.

Terlepas dari semua mitos tersebut, sumur giling tua peninggalan Sunan Bejagung itu menjadi bukti yang masih tersisa dari peradaban masa lalu bangsa Indonesia. Bahwa sejak zaman Majapahit, bangsa ini telah mengenal tehnologi  pengeboran, hal itu tidak bisa terbantahkan dengan bukti-bukti yang masih ada seperti Sumur Giling Sunan Bejagung tersebut.

Satu lagi yang menarik dari situs makam ini adalah Gugusan batu yang bernama Watu Gajah. Konon, batu-batu tersebut penjelmaan dari gajah tentara Majapahit yang hendak  membawa pulang paksa Pangeran Kusumohadi yang mengaji kepada Sunan Bejagung
Pangeran Kusumohadi adalah  putra Prabu Hayam Wuruk, salah satu raja Majapahit. Setelah mengetahui  bahwa anaknya mengaji di Padepokan Sunan Bejagung Tuban, maka sang prabu  memerintahkan patihnya Gajah Mada menjemput. Mendengar rencana itu, Pangeran Kusumohadi memohon kepada Sunan Bejagung untuk membantunya menolak kehendak Prabu Hayam Wuruk.

Kehendak pangeran tersebut dikabulkan Sunan Bejagung. Untuk melindungi sang pangeran, Sunan Bejagung menggaret tanah sekitar Padepokan Kasunanan Bejagung yang sampai sekarang dikenal dengan Siti  Garet.

Mitos lain yang terkait dengan  karomah Sunan Bejagung lor (utara) adalah pantangan warga Bejagung memakan ikan  meladang (jenis ikan laut). Mitos  ini terkait dengan pengalaman Sunang Bejagung yang terapung di laut dan ditolong ikan tersebut.

Awalnya, tidak ada istilah Sunan  Bejagung Lor (utara) dan Sunan Bejagung Kidul (selatan) karena Sunan Bejagung memang hanya  satu yaitu Maulana Abdullah Asya’ari Sunan Bejagung. Kisah ini berawal  dari datangnya seorang santri yang dikirim oleh Syeh Jumadil Kubro. Namanya, Pangeran Kusumohadi yang tidak lain putra Prabu Brawijaya IV atau Prabu Hayam Wuruk dari salah seorang selirnya.

Karena  alim, sholeh, dan ketauhidannya sangat tinggi, akhirnya Kusumohadi  diambil menantu Sunan Bejagung. Melihat kemampuan menantunya  dalam mengajarkan agama, Hasyim Alamuddin dipasrahi siar di wilayah  Bejagung Kidul. Sementara Syekh Maulana Abdullah Asy’ari berpindah atau  uzlah ke Bejagung bagian utara (Bejagung Lor).

Di kawasan ini juga terdapat kompleks pemakaman Citro Sunan yang letaknya hanya dibatasi jalan raya jurusan Tuban – Bojonegoro. Terletak di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding Tuban. Berjarak sekitar satu kilometer ke selatan dari kota Tuban, atau satu jalur dengan obyek wisata pemandian Bektiharjo.


Sabtu, 14 September 2013

Berguru pada Pudhak Sategal

Ungkapan yang sangat popular dalam kehidupan orang Jawa sejak dahulu yaitu ”Wong Jawa nggone semu, sinamun ing samudana, sesadone ingadu manis” yang berarti “Orang Jawa menyukai sesuatu yang semu, disamarkan dengan perlambang, diwujudkan dalam keindahan“. Semu berarti tersamar atau tidak tampak jelas. Ungkapan ini menunjukkan sifat orang Jawa yang dalam menyampaikan gagasan kepada orang lain umumnya tidak secara langsung atau secara tegas lugas.

Pandangan hidup, nasehat dan ajaran-ajaran dalam kehidupan orang Jawa, merupakan hasil olah rasa berbudaya. Rasa budaya yang tidak dapat dinyatakan dalam komunikasi pergaulan sehari-hari, sering dinyatakan dalam bentuk simbol. Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai penggunaan simbol-simbol sebagai pengungkapan rasa budaya pada suatu karya seni, seperti: pakaian, kain batik, upacara, ukiran, arsitektur dan senjata. Simbol-simbol pada suatu karya seni diharapkan dapat digunakan sebagai sarana komunikasi atau media untuk menitipkan pesan, nasehat atau ajaran bagi keluarga, masyarakat maupun generasi selanjutnya menuju peradaban luhur.

Tidak ada rumusan maupun ukuran timbangan yang pasti, dalam mengungkapkan simbol-simbol, bahkan setiap pernyataan yang muncul dapat dianggap sebagai suatu pengkayaan makna, sepanjang masih selaras dengan maksud utamanya.

Upaya mencari makna setiap simbol merupakan usaha untuk merawat sebagian dari budaya, agar memberikan arti yang sesungguhnya (esensi budaya). Dalam seni keris, salah satu simbol yang sangat menarik untuk dikaji dan diuraikan maknanya yaitu ricikan Pudhak Sategal.

Pudhak Sategal
Pudhak Sategal merupakan nama dari ricikan Keris yang terletak di bagian sor-soran di tepi bilah. Bentuk ricikan ini menyerupai daun Pudhak (Pandan) dengan ujungnya yang meruncing. Bentuk pola ini, untuk bagian belakang keris pangkal daun dimulai dari sisi tepi bagian bawah sor-soran kemudian meruncing ke atas, kurang lebih sejajar dengan panjang sogokan. Sedangkan untuk bagian depan, pangkal daun dimulai dari atas gandik.

Menurut Serat Centhini, sekar Dhandhanggula, bait ke 24-28 (1992:75) Pudhak Sategal merupakan dapur keris yang mempunyai luk 5 dengan ricikan kembang kacang, sogokan dan sraweyan yang diputus bagian bawah. Sehingga, pola Pudhak Sategal merupakan sraweyan yang dibentuk menyerupai daun Pudhak.

Ricikan Pudhak Sategal baru ada setelah Jaman Mataram Akhir dan popular pada jaman Surakarta. Keris tangguh Tua seperti tangguh Majapahit, Blambangan, Tuban dan Madura Tua tidak ada yang memakai ricikan Pudhak Sategal.

Apakah ricikan Pudhak Sategal merupakan pengganti atau terinspirasi pola Kinatah Kamarogan yang populer di jaman Mataram Sultan Agung? Ataukah, sebagai simbol cita-cita Panembahan Senopati saat berupaya mengembalikan kejayaan kerajaan Mataram dengan konsep “ganda arum”? Kata Mataram jika di jarwa dhosok-kan berasal dari kata Mata Arum yang berarti sumber keharuman. Konsep pemerintahan yang berdasar hati-nurani yang memberikan manfaat dan kemakmuran pada rakyat dan lingkungannya serta memberikan keharuman sepanjang masa. Belum ada catatan tertulis atau penelitian yang memastikan demikian dan tentu, masih memerlukan penelitian untuk pembuktian lebih lanjut.


Pudhak Sategal merupakan ricikan keris seperti halnya dengan ricikan lain yang terdapat pada sebilah keris, antara lain : gandik, sogokan, tikel alis, pijetan dan kembang kacang. Pembuatan setiap ricikan oleh empu pada keris selain mempunyai tujuan fungsional, juga memuat makna filosofis.
Bentuk ricikan pudhak sategal pada bilah keris memang mirip dengan daun pandan/pudhak yang jika tampak dari depan, terlihat menyembul di kiri-kanan pohon dengan bentuk meruncing ke atas. Mengapa para pujangga/empu memilih pudhak sebagai simbol ajaran pada karyanya? Sebenarnya banyak pola yang serupa dengan daun pandan/pudhak yang meruncing misalnya: gading gajah, tanduk banteng, cula badak dan taring macan. Bentuk-bentuk tersebut mirip satu dengan lainnya, tapi mungkin saja kurang mempunyai makna yang mendalam dan kurang akrab dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Empu Keris jaman dahulu memberikan gambaran pada kita, bahwa mereka merupakan pekerja seni sekaligus spiritualis. Mereka mempunyai kesanggupan untuk memberikan tema universal yang menyangkut kehidupan sehari-hari manusia pada setiap karya mereka. Mereka menjadikan Keris menjadi suatu media introspeksi diri terhadap nilai-nilai humanis dan spiritual.

Pandan atau Pudhak
Pandan (Pandanaceae) merupakan tumbuhan yang sangat lekat dengan kehidupan orang Jawa sejak jaman kuno. Daun pandan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pewarna makanan, penyedap masakan, sebagai obat, tikar, kosmetik, sarana upacara, maupun sebagai bahan pememeliharaan batik. Masyarakat banyak memanfaatkan pohon pandan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk daun pandan menghadap ke atas meruncing diujung dan sering melingkar di sebatang pohon, sehingga tampak dari depan mencuat di kiri dan kanan. Bunga pohon pandan dinamakan Pudhak, namun daun pandan sendiri sering disebut Pudhak. Pudhak merupakan bunga yang mempunyai aroma harum lembut (tidak menyengat) selama berhari-hari dan menebar aroma harum menjelang sore hari. Tumbuhan ini mudah hidup tanpa pemeliharaan khusus dan banyak ditanam dipekarangan atau ladang maupun sebagai tanaman pagar.

Bagi para pujangga/empu jaman kuno, sifat dan manfaat dari Pudhak sangat menarik untuk diabadikan pada karyanya. Mereka berusaha untuk menghayati peranan alam bagi manusia atau sebaliknya. Mereka banyak belajar dan mengambil sesuatu dari alam sekitar sebagai bagian dari ajaran hidup yang bernuansa religi. Simbolisasi Pudhak pada bagian dari Keris merupakan jalan menuju pengalaman spiritual yang menumbuhkan kesadaran hubungan manusia dengan alam dan Tuhan. Para Empu membuka kesadaran manusia untuk selalu mengagumi alam, kemudian mengagumi sang Pencipta. Mereka berusaha mengabadikan dasar-dasar religius alam semesta pada hasil karya teknologi dan budaya untuk meningkatkan kualitas spiritual.

Memberi Tanpa Diminta
Pohon pandan merupakan pohon perdu yang banyak tumbuh dan dijumpai dipekarangan maupun dipinggir jalan pedesaan. Sekalipun tampak tidak berguna, pohon ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Daunnya dapat digunakan sebagai tikar, perwarna alami dan menambah aroma pada makanan, bahkan sebagai obat.

Demikianlah, dalam kehidupan ini apakah hidup kita telah memberikan manfaat dan warna bagi orang lain, seperti daun pandan. Bukan sebaliknya seperti ”benalu”, justru merugikan dan membebani orang lain. Ada piwulang Jawa yang mengatakan “urip iku kudu migunani tumraping liyan” yang berarti “hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain”. Sebaik-baiknya orang yaitu yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya. Sangat berbeda kehidupan modern yang jauh dari nilai-nilai tradisi. Hubungan antar manusia lebih banyak dihitung sejauh menguntungkan atau merugikan secara material. Kepuasan secara material, akan mengikat manusia pada kebudayaan pasar yang umumnya akan berdampak terhadap pemerosotan esensi budaya yang berorientasi spiritual.

Terkadang kita merasa belum cukup untuk berbuat baik bagi orang lain, karena secara materi belum mampu atau merasa bahwa perbuatan kita tidak akan berdampak banyak bagi orang yang membutuhkan. Menjadi orang yang berguna bagi orang lain tidak harus selalu memberi sesuatu hal yang sifatnya materi (harta/uang). Tenaga, pengetahuan, nasehat, perbuatan yang baik, menentreramkan dan perhatian merupakan bantuan moril yang dapat kita berikan selain materi. Setiap saat kita dapat berguna dan bermanfaat bagi orang lain, asal kita ada keikhlasan hati untuk beramal (Jawa: Sepi Ing Pamrih). Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, sedikit kebaikan yang mampu kita berikan akan memberikan manfaat dan makna yang besar bagi orang lain. Di hadapan Tuhan, bantuan yang diberikan kepada orang lain tidak dilihat dari jumlahnya. Bobot suatu amal tergantung dari usaha yang kita lakukan dan keikhlasan hati.

Pohon Pandan memberikan manfaat dan makna pada kehidupan manusia tanpa harus menunggu menjadi pohon Kelapa. Pohon pandan sangat memikat bagi para pencari spiritual, ia memberi manfaat bagi kehidupan tanpa diminta. Memberi bukan berarti kehilangan kepemilikan, akan tetapi merupakan pengungkapan perhatian manusia untuk mencintai kehidupan. Sehingga, memberi dan berkorban merupakan ekspresi paling tinggi dari suatu kemampuan. Maka, sekecil apapun kebaikan yang kita berikan, dapat besar artinya orang lain, berguna bagi sesama akan membuat hidup lebih bermakna.

Keselarasan Hidup
Daun Pandan tumbuh simetris-seimbang mengelilingi batang pohonnya dan menjulang ke atas. Daun pandan memberikan gambaran mengenai keharmonisan atau keselarasan. Pandangan Jawa mengenai keharmonisan atau keselarasan bagi sesama (sosial) dan lingkungannya (alam) menjadi suatu hal yang penting. Pandangan ini bukanlah sesuatu pengertian yang abstrak, melainkan berfungsi sebagai sarana dalam usahanya menghadapi masalah kehidupan. Leluhur menyadari betul, bahwa mereka merupakan bagian dan fungsi dari alam, sehingga bahasa alam merupakan rujukan dalam menjalani kehidupannya.

Dalam kehidupan ini, orang perlu menciptakan suasana ketentraman, ketenangan, dan keseimbangan batin pada dirinya maupun bagi sesamanya. Hal tersebut terwujud dengan menciptakan kerukunan, sikap hormat dan menghindari konflik.

Dengan demikian, dalam kehidupan orang hendaknya selalu berusaha menjaga keselarasan sosial, bersikap menyesuaikan diri, bersikap sopan santun, dan mewujudkan kerja sama, serta bersikap menghormati kepada orang lain. Hal tersebut memposisikan akal dan rasa dalam diri secara seimbang untuk mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan.

Menebar Keharuman
Pudhak Sategal menggambarkan wangi yang terus menerus tiada henti (angambar-ambar ganda arum) dari ladang yang luas. Keharuman yang menebar memberikan rasa tenang dan meningkatkan kesabaran dan keheningan dalam berfikir dan bertindak.

Keharuman memberikan rasa tenteram dan rasa menyenangkan bagi yang menciumnya. Orang hidup di dunia ini, hendaknya menebarkan aroma harum, seperti harumnya bunga pudhak. Harumnya nama baik manusia sepanjang masa dan selalu dikenang, hanya dapat diperoleh dengan perilaku nyata yang memberikan kebaikan terhadap sesama dan lingkungannya.

Menebar aroma arum harus didasari ulat manis kang mantesi, ruming wicara kang mranani, sinembuh laku utama. Ulat manis kang mantesi, yaitu bersikap ramah dan menyenangkan hati orang lain, menanggapi seseorang dilandasi dengan kebaikan hati.

Ruming wicara kang mranani, yaitu setiap pembicaraan disampaikan dengan cara yang halus, menarik dan menentramkan hati orang lain, bukan sebaliknya justru membuat suasana menjadi gundah.
Sinembuh laku utama, yaitu setiap perbuatan dilandasi dengan keikhlasan dan perilaku yang baik (laku utama). Dengan demikian, diharapkan dapat membuat orang menebarkan keharuman (kebaikan) hidupnya bagi orang lain.

Kesimpulan
Pudhak Sategal merupakan simbol dari bunga pandan (pudhak) satu ladang. Bunga pandan satu ladang yang jumlahnya sangat banyak, memberikan keharuman yang tiada habisnya bagi lingkungannya. Meskipun berlimpah, tetapi tidak menganggu, karena justru keharumannya menyenangkan dan menenteramkan. Daun-daun pandan tersusun secara harmonis melingkari batang pohonnya, terlihat selaras dan seimbang. Daun Pandan memberi warna dan aroma pada berbagai jenis makanan. Penamaan Pudhak/Pandan sebagai ricikan keris merupakan manifestasi dari besarnya manfaat bagi kehidupan manusia.

Penggambaran Pudhak pada sebilah keris karena sarat dengan makna dan ajaran-ajaran hidup bagi manusia. Dalam menjalani kehidupan, orang mencapai keutamaan apabila bermanfaat, menyenangkan, menjaga keselarasan dan menentreramkan bagi orang lain dan lingkungannya. Pudhak Sategal memberikan makna bahwa dalam kehidupan, banyaklah berbuat kebaikan agar jati diri menebar harum dan dikenang sepanjang masa.


PELAYANAN SPIRITUAL

Segala Puja dan Puji hanya kita haturkan keharidat Allah SWT yang telah menjadikan Manusia sempurna dengan akal dan semua petunjuk jalan menuju-Nya. Halaman ini sengaja saya buat  bagi anda yang ingin terjun ke dalam dunia spiritual, maupun menuntaskan problema hidup dijalan spiritual. Karena kita ketahui pada saat ini banyak orang-orang yang mengejar ketenangan bathin tanpa mengindahkan norma dan agama, mereka yang dihadapkan pada permasalahan kehidupan dan tanpa disadari mengambil jalan pintas yang bukan pada tempatnya untuk  segera menyelesaikan segala problema hidup yang sedang mereka hadapi, dan hal ini pun akhirnya banyak dimanfaatkan  oleh sebagian orang yang mengaku-ngaku memiliki kelebihannya dalam menyingkap hijab orang lain, padahal  mereka sendiri tidak tahu tentang segenap rahasia bathin dan hakikat yang tersimpan didalamnya. Perlu diketahui manusia diciptakan dengan sempurna dan dengan posisi paling mulia disamping makhluk lain, secara lahir, sangat banyak manfaatnya yang telah kita rasakan, seandainya kita memanfaatkan potensi batiniah dengan sebaik-baiknya berarti kita memanfaatkan dan mendayagunakan anugerah Tuhan yang pasti akan bermanfaat untuk diri, orang lain dan lingkungan, karena dalam kehidupan tidak semua problem dapat diatasi secara jalan lahir saja tapi banyak pula yang harus diselesaikan dengan jalan batiniah.

Proses dalam mempelajari ilmu kegaiban harus dimulai dengan pembersihan diri lahir dan bathin seperti melakukan berbagai tirakat dan pembacaan wirid, doa, mantera tertentu, bagaimanapun seseorang yang mempelajari ilmu gaib tidak mungkin akan sakti atau menjadi  seorang guru dalam sehari atau dalam satu malam  hanya dengan proses transfer maupun istilah-istilah lainnya, proses yang sesungguhnya harus melakukan tirakat disertai wirid dalam beberapa malam dan adakalanya disertai dengan berbagai jenis puasa.

Tirakat adalah bentuk olah rohani yang tujuannya untuk memperoleh energi supranatural atau tercapainya suatu keinginan. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan doa, mantra, pantangan, puasa atau gabungan dari kelima unsur tersebut. Inilah yang disebut belajar ilmu gaib sesungguhnya, berhasil atau tidaknya murid menjalankan tirakat hingga menguasai ilmu, tergantung sepenuhnya pada dirinya sendiri. Dalam hal ini guru hanya memberi bimbingan. Dan mengenai ijazah dalam suatu keilmuan merupakan gerbang dalam memasuki fase kegaiban karena tanpa ijazah maka seseorang tidak akan mendapatkan ilmu apalagi tuahnya. Dalam ijazah keilmuan berlangsung proses ijab kabul berupa penyerahan dan penerimaan Ilmu antara guru kepada murid. Saat ini ijazah dilakukan dengan istilah MAHAR yang sebenarnya bertujuan untuk pengekalan dan kesadaran pencari ilmu betapa ilmu-ilmu yang dicarinya tersebut sangat memerlukan perjuangan dalam meraihnya.

Mahar yang diberikan pada seseorang untuk suatu keilmuan merupakan suatu proses yang mewakili kesungguhan dan niatnya dalam mendapatkan keilmuan tersebut, sehingga ilmu-ilmu yang ia dapatkan tersebut bisa terjaga kekeramatannya karena telah melalui proses suatu perjuangan untuk mendapatkannya. Ijazah dalam ilmu hikmah dapat diartikan suatu proses belajar, pengesahan dan serah terima ilmu dari guru ke murid. Ijazah bertujuan memantapkan hati dengan keikhlasan. Artinya, siapapun yang ingin mengamalkan ilmu, dari manapun sumbernya, sepanjang ia yakin dengan yang diamalkan, hukumnya boleh dan sah. Namun seseorang yang berijazah dianggap lebih baik, karena didalamnya ada rahasia-rahasia yang tidak diketahui awam. Yaitu, perpindahan pancaran Nur ilmu saat proses pengijazahan, tanpa bimbingan seorang guru, seseorang pemula akan sulit mendapatkan ruh ilmu untuk memanfaatkannya, bahkan bisa tersesat dalam perjalanan spiritual yang hendak dituju.

Puji syukur kita panjatkan Pada Allah SWT yang telah mengizinkan saya untuk berbagi pengetahuan saya yang setetes di samudra Ilmu milik yang haq pencipta langit dan bumi beserta isinya. Dengan Hidayah dan Inayah Allah SWT serta bertawakal pada-Nya dan dengan keikhlasan serta kerendahan hati, Kami berniat  mewariskan Ilmu-Ilmu Hikmah langka yang merupakan warisan para ulama dan pendekar zaman diraja yang merupakan ilmu-ilmu yang mukhtabar warisan dari silsilah ulama-ulama khos di jaman dulu. Setetes pengetahuan Ilmu Hikmah gaib wa kasyaf yang menjadi amalan bathin saya berasal dari silsilah Tuan guru Haji Datuk Rajo Panghulu Indomo Alam, Salah seorang ulama sekaligus pandeka Minangkabau yang terbilang keramat. Selain ulama Minangkabau, Ilmu-ilmu hikmah pun saya timba dari beberapa guru yang mendalami keilmuan dari Cirebon dan Tanah Jawa.

Khusus bagi anda yang ingin mencapai hakikat kesejatian spiritual yang nantinya bermanfaat untuk lahir bathin, diri sendiri dan membantu orang lain, dan memberikan pelayanan secara batiniyyah dalam menuntaskan segala problema yang anda hadapi. La Haula Wala Quwwata Illa Billahil Aliyil Adzim.


Wassalam

Kamis, 12 September 2013

Ilmu Rahasia Tentang Nafas


Adapun Nafas yang keluar dan masuk itu dinamakan Muhammad.
Maka Nafas itu dinamakan Nabi kepada kita.(…tapi kita bukan nabi?)
Kemudian yang dinamakan Muhammad itu adalah Pujian,
Maksud dari Pujian disini berkaitan dengan Nafas..

Maka Nafas itu dinamakan… :
Ketika ke luar = Ilmu Ghaibul Ghuyub.
Ketika ke dalam = Ilmu Sirrul Asrar.
Dari Nafas itulah timbunya Ibadah Muhammad.
Dan dari Jasad kita itulah timbulnya Ibadah Adam,

Maka ibadah Muhammad itu :
Sholatul Da’im = Sholat terus-menerus.
“Wahdah Fil Kasrah = pandanglah satu kepada yang banyak”

Yang dinamakan Nafas itu = yang keluar masuk dari mulut.
Yang dinamakan Nufus itu = yang keluar masuk dari hidung
Yang dinamakan Tanapas itu = yang keluar masuk dari telinga.
Yang dinamakan Ampas itu = yang keluar masuk dari mata.

Maka Nafas itulah yang menuju kepada “ARASHTUL MAJID”
karena itu hendaklah kita ketahui Ilmu tentang Nafas ini..,
yaitu Ilmu Ghaibul Ghuyub, karena itu adalah salah satu daripada ibadah Muhammad.

Ingat..!!
Ilmu Nafas harus disertai dengan praktek langsung..,
tidak boleh hanya diambil teori-nya saja…

Kita lanjutkan…

Nafas yang keluar dari lubang hidung kiri itu dinamakan Jibril, ucapannya “ALLAH”.
Nafas yang masuk melalui lubang hidung kanan itu dinamakan Izrail, ucapannya “HU”.

Maka Zikirullah yang dua itu dinamakan NUR.

Maka jadilah dua Nur, yaitu kalimah “ALLAH” satu Nur dan kalimah “HU” satu Nur.
Dua Nur ini bertemu di atas bibir dan tidak masuk ke dalam tubuh.

Amalan ini harus sampai ke derajatnya yang dinamakan Nurul Hadi.
ke arah itulah yang harus dicapai.

Nafas yang naik di dalam tubuh ke ubun-ubun dinamakan AHMAD, lalu.. turun dari ubun-ubun sampai-lah ke Jantung Nurani dinamakan Izraill, ucapanya “ALLAH”.
Kemudian Nafas yang dari jantung naik lagi ke ubun-ubun, dinamakan Jibrill, ucapannya ialah “HU”.
Amalan inilah yang dinamakan :
“Syuhudul Wahdah Fil Kasrah dan Syuhudul Kasrah Fil Wahdah”

Inilah Pintu Makrifat…,


NAFAS II


Yang dinamakan HATI NURANI (qalbu) itu adalah NUR yang dipancarkan dari bagian bawah jantung (bagian Muhammad) ke arah bagian atas jantung (bagian Allah).

Adapun zikir NAFAS ketika keluar = ALLAH- dinamakan ABU BAKAR,
ketika masuk adalah HU dinamakan UMAR, letaknya NAFAS adalah di mulut.

Adapun zikir ANFAS itu adalah ketika keluar adalah = ALLAH- dan ketika masuk adalah HU,letaknya AN

FAS pada hidung, dinamakan MIKAIL dan JIBRIL.

Adapun zikir TANAFAS itu adalah tetap diam dengan “ALLAH HU” letaknya di tengah-tengah antara dua telinga, dinamakan HAKEKAT ISRAFIL.

Adapun zikir NUFUS adalah ketika naik HU dan ketika turun adalah “ALLAH” letaknya di dalam jantung,diri nufus ini dikenal dengan USMAN dan perkerjaanya dikenal sebagai ALI…

Sabda Nabi S.A.W :
“Barang siapa keluar masuk nafas tanpa zikir Allah maka sia-sialah ia”.

Ber-awal Nafas itu atas dua langkah yaitu :
Satu Naik dan kedua Turun.

Maka takkala naiknya itu sampai ke langit tingkat 7
“Wan Nuzuulu Yajrii Ilal Ardhi Fa Qoola HUWALLOH”.

Dan takkala turun hingga 7 lapis bumi
Maka nafas itu bunyinya ALLAH.
Takkala masuk pujinya HUWA…
Takkala ia terhenti seketika antara keluar masuk Tanafas, pujinya AH.. AH..
Takkala ia tidur atau mati Nufus namanya Haqqu Da’im.

Ingatlah olehmu…
Dalam menjaga akan nafas ini, dengan menghadirkan makna ini senantiasa, di dalam berdiri.. dan duduk.. dan di atas segala aktifitas yang diperbuat.. hingga memberi manfaat kepada sekalian tubuh… dan .. segala cahaya Nurul ‘Alam itu atas seluruh anggota tubuh.

Maka tetaplah me-nilik kedalam hatimu, jadikanlah engkau hidup di dalam Dua Negeri yakni Dunia dn Akhirat dan semoga di-buka-kan Allah baginya pintu selamat.. sejahteralah di dalam Dunia dan Akhirat… Semoga dianugerahi Allah Ta’ala sampai kepada martabat segala Nabi dan segala Muslimin.. dan di-haramkan Allah Ta’ala tubuhnya dimakan api neraka dan badanya pun tiada dimakan tanah di dalam kubur.
Maka tetaplah dengan hatimu wahai saudaraku…
Jangan engkau menjadi orang yang lupa dan lalai,
mudah-mudahan dibahagiakan Allah Ta’ala dan diberikan rahmatNya atas mu..
dengan senantiasa “berhadapan” slalu… hingga sampai akhir ajalmu.

NAFAS III


Normalnya nafas kita keluar masuk sehari semalam 24 000 kali
pada siang hari12 000 kali..
dan pada malam hari 12 000 kali
inilah jumlah jam sehari semalam = 24 jam,
pada siang 12 jam
dan malam 12 jam,

Demikian hal-nya seperti huruf “Laa Ilaaha Illallah, Muhammadur Rasulullah”,

masing-masing mempunyai 12 huruf berjumlah 24 huruf semuanya.
Barang siapa “mengucap” dengan sempurna yang 7 kalimah itu niscaya ditutupkan Allah Ta’ala Pintu Neraka yang 7. Juga barang siapa “mengucap” yang 24 huruf ini dengan sempurna niscaya diampuni Allah Ta’ala yang 24 jam.
Inilah bentuk persembahnya kita kepada Tuhan kita yang tiada henti yang dinamakan Sholatul Da’im (sekaligus melakukan puasa nafsu zahir dan batinnya).

Sabda Nabi S.A.W :
“Ana Min Nuurillah Wal ‘Aalami Nuurii”
artinya “Aku dari Cahaya Allah dan sekalian alam dari Cahaya-ku”

Sebab itulah dikatakan “Ahmadun Nuurul Arwah”
artinya “Muhammad itu bapak dari sekalian nyawa”

dan dikatakan “Adam Abu Basyar”
artinya “Adam bapak sekalian tubuh”.

Adapun Awal Muhammad Nurani
Adapun Akhir Muhammad Rohani.
Adapun Zahir Muhammad Insani
Adapun Batin Muhammad Robbani.

Adapun Awal Muhammad Nyawa kita
Adapun Akhir Muhammad Rupa kepada kita,
Adapun yang bernama Allah Sifatnya,
Adapun sebenar-benar Allah itu Zat Wajibal Wujud,
Adapun yang sebenar-benar Insan yaitu manusia yang tahu berkata-kata adanya.

Kita telah mendengar bahwa barang siapa yang tidak mengenal ilmu zikir nafas ,maka sudah tentu orang tersebut tidak dapat menyelami alam hakekat sholat da’im…

Dalam blog yang terdahulu.. telah diterangkan dengan jelas tentang sholat,
dimana pengertian sholat tersebut adalah berdiri menyaksikan diri sendiri yaitu penyaksian kita terhadap diri zahir dan diri batin kita yang menjadi rahasia Allah Taala.

Silahkan disimak kembali saudara-ku.

 NAFAS IV

Mari kita bicarakan takrif dan cara-cara untuk mencapai martabat atau maqam sholat da’im..
.
Sholat Da’im boleh ditakrifkan sebagai sholat yang terus-menerus tanpa putus walaupun sesaat dalam masa hidupnya yaitu penyaksian diri sendiri (diri batin dan diri zahir) pada setiap saat seperti firman Allah yg artinya :
” YANG MEREKA ITU TETAP MENGERJAKAN SHOLAT” ( Al-Makrij-23).

Di dalam sholat tugas kita adalah menumpuhkan sepenuh perhatian dengan mata batin kita menilik diri batin kita dan telinga batin menumpuhkan sepenuh perhatian kepada setiap bacaan oleh angota zahir dan batin kita disepanjang mengerjakan sholat tanpa menolehkan perhatian kearah lain.(titik)

Sholat adalah merupakan latihan diperingkat awal untuk kita melatih diri kita supaya dapat menyaksikan diri batin kita yang menjadi rahasia Allah Taala… setelah sanggup membuat penyaksian diri diwaktu kita menunaikan sholat,maka hendaknya kita melatih diri kita supaya dapatlah kita menyaksikan diri batin kita pada setiap saat didalam masa hidup kita dalam waktu dua puluh empat jam disepanjang hayat kita,

Sebab itulah kita mengucapkan Syahadah:
Maka berarti kita berikrar dengan diri kita sendiri untuk menyaksikan diri rahasia Allah itu pada setiap saat di dalam waktu 24 jam sehari semalam.

Oleh karena itu untuk mempraktekkan penyaksian tersebut, maka kita haruslah mengamalkan sholat da’im dalam hidup kita seharian seperti yang pernah dibuat dan diamalkan oleh Rasulullah s.a.w, nabi-nabi dan wali wali yang agung.

Diantaranya syarat syarat untuk mendapatkan maqam sholat da’im adalah sebagai berikut :

1- Hendaklah memahami dan berpegang teguh dengan hakekat melakukan zikir nafas,

2- haruslah terlebih dahulu berhasil mendapat NUR QALBU yaitu hati nurani.

3- Telah mengalami proses pemecahan wajah KHAWAS FI AL KHAWAS,

4- Juga memahami dan dapat berpegang dengan penyaksian sebenarnya SYUHUD AL-HAQ,

Untuk mengamalkan dan mendapatkan maqam sholat da’im maka seseorang itu haruslah memahami pada peringkat awalnya tentang hakekat melakukan zikir nafas yaitu tentang gerak-geriknya : zikirnya.. lafaz zikirnya… letaknya.. dan sebagainya,

Hal ini telah dibahas dalam blog, oleh karena itu amalkanlah zikir nafas itu dengan sungguh sungguh supaya kita mendapat QALBU yaitu pancaran Nur di dalam jantung kita yang menjadi kuasa pemancar kepada makrifat untuk me-makrifat-kan diri kita dengan Allah Taala.

Sesungguhnya hanya dengan zikir nafas sajalah gumpalan darah hitam yang menjadi istana iblis di dalam jantung kita akan hancur setelah itu baru terpancarlah NUR-QALBU dan kemudian terpancarlah pula makrifah hingga sesorang itu memakrifatkan dirinya dengan Allah Taala dan dapatlah diri rahasia Allah yang menjadi diri batin kita membuat hubungan dengan diri ZATUL HAQ Tuhan Semesta Alam.

Latihan untuk menyaksikan diri ini hendaklah dibuat berperingkat, diperingkat awal melalui sholat sebagaimana yang diterangkan di dalam bahasan yang lalu.. dalam masa proses penyaksian diri seseorang itu akan mengalami satu proses membebaskan diri batin (KHAWAS FI KHAWAS) dari jasad dan dengan itu maka sesorang itu akan dapat melihat wajah kesatu sampai dengan wajah kesembilan yaitu martabat yang paling tinggi… dengan mendapat pemecahan wajah ini maka akan dapatlah kita membuat suatu penyaksian yang sebenarnya pada setiap saat dimasa hidupnya… pada masa beribadah (acara sholat), ataupun keadaan biasa.

Pada peringkat ini dinamakan juga peringkat martabat BAQA BILLAH yaitu suatu keadaan yang kekal pada setiap pendengaran.., penglihatan.., perasaan… dan sebagainya,dan pada tahapan ini mereka adalah seperti orang awam dan sulit untuk kita mengetahui derajat dirinya dengan Allah Taala..

Umumnya mereka yang mencapai maqam sholat da’im dapatlah kembali kehadrat Allah Taala dengan diri batin dan diri zahir tanpa terpisahkan diantara satu sama lain, mereka dapat memilih apakah hendak mati (meninggal) atau hendak ghaib….

NAFAS V

” Alhamdulillahirabbilalamin…. “

“Matikan dirimu sebelum engkau mati”

“MATI YANG PERTAMA” = seolah-olah bercerai Roh dari Jasad..,
tiada daya upaya walau sedikitpun jua, hanya Allah jua yang berkuasa,
kemudian.. dimusyahadahkan didalam hati dengan menyaksikan kebesaranNya yaitu sifat Jalal dan JamalNya dan kesucianNya.
Maka mati diri sebelum mati itu adalah dengan memulangkan sega

la amanah Allah yaitu Tubuh Jasad ini kepada yang menanggung amanah yaitu Rohaniah jua.
Tarik-lah ‘NAFAS’ itu dengan hakekat memulangkan dzat, sifat, afaal kita kepada Dzat, Sifat, Afaal Allah yang berarti memulangkan segala wujud kita yang zahir kepada wujud kita yang bathin (Roh). Dan pulangkan wujud Roh pada hakekatnya kepada Wujud Yang Qadim.

Maka..
Setelah sempurna “Mematikan diri yang pertama” 

“MATI YANG KEDUA” = melakukan “Mi’raj” yang dinamakan mati maknawi, yaitu hilang segala sesuatu didalam hatimu malainkan hanya berhadap pada Allah jua.
Dengan meletakkan nafas kita melalui alam ‘AMFAS’ yaitu antara dua kening (Kaf Kawthar) merasa penuh limpahan dalam alam kudus kita yaitu dalam kepala kita hingga hilang segala ingatan pada yang lain melainkan hanya hatimu berhadap pada Allah jua.

“MATI PADA PERINGKAT KETIGA” = adalah mati segala usaha ikhtiar dan daya upaya diri karena diri kita ini tidak dapat melakukan sesuatu dengan kekuatan sendiri. sebab manusia itu sebenarnya memiliki sifat ‘Fakir, dan Dhaif (lemah) ’.
Dinaikkan ‘TANAFAS’ hingga ditempatkannya dengan sempurna di ‘NUFUS’ dengan melihat pada mata hati itu dari Allah, dengan Allah dan untuk Allah.

Dari Allah mengerakkan Rohaniah,
Dari Rohaniah menggerakkan Al-Hayat
Dari Al-hayat mengerakkan Nafas,
Dari Nafas mengerakkan Jasad
dan pada hakekatnya.. Allah jualah yang mengerakkan sekalian yang ada.

firmanNya ,

“Dan tiadalah yang melontar oleh engkau ya Muhammad ketika engkau melontar tetapi Allah yang melontar “

NAFAS VI

Umumnya orang tua kita dahulu banyak memiliki ilmu yang tersembunyi.
Di antaranya adalah Ilmu Nafas.

Dengan cara memperhatikan pergerakan keluar masuk nafas melalui hidung kemudian digabungkan dengan ilmu pengetahuan yang pernah dialami (amalan), sebagian orang tua kita mampu mengetahui apa yang akan terjadi.


Di depan pintu sebelum hendak keluar meninggalkan rumah untuk berk

erja atau merantau.., petuah dalam ilmu nafas selalu digunakan oleh orang-orang tua kita.
Periksa Nafas kiri yang kencang atau nafas kanan…


Di atas tempat tidur sebelum hendak berangkat tidur ilmu nafas selalu mereka gunakan…
Periksa Nafas kiri yang kencang atau nafas kanan…

Ada juga orang-orang tua kita yang melakukan zikir-zikir tertentu ketika masuk atau keluarnya nafas mereka.

Tapi sayang….
Ilmu ini semakin hilang…
Dulu waktu mereka ada jarang di-turun-kan..

Kini…
Ilmu ini menjadi sangat rahasia..
Jika kita hendak mempelajarinya..,
Carilah guru yang benar-benar tahu tentang ilmu ini…
Ilmu ini sangat dalam sekali… butuh ketekunan, kesabaran..
Bagaimana kaitannya mulai dari Nafas ke Amfas sehinggaTanafas dan menjadi Nufus?


Bahkan dengan ilmu ini, si pengamalnya akan dapat mengetahui kapan saat saat kematiannya!


Selasa, 10 September 2013

Sunan Papak

Raden Wangsa Muhammad hidup dipertengahan abad ke-19 M. Dikenal dengan nama Pangeran Papak atau Sunan Papak. Beberapa ratus tahun yang lalu di Kampung Cicunuk hidup seorang kiyai bernama Raden Muhammad Juari dari keluarga keturunan bangsawan Balubur Limbangan. Ia menikah dengan Nyi Raden Siti Injang dan berputera 7 orang, salah satunya (bungsu) bernama Raden Wangsa Muhammad. Putera yang inilah kelak menjadi seorang kiyai mengikuti jejak ayahnya.

Menurut versi silsilah Pangeran Papak, Pangeran Papak atau Raden Wangsa Muhammad adalah keturunan dari Prabu Laya Kusumah (putera Prabu Siliwangi/Sri Baduga Maharaja), Nalendra Pakuan Raharja, yang menikah dengan seorang puteri Prabu Layaranwangi (Sunan Rumenggong) dari Keprabuan Kerta Rahayu bernama Nyi Puteri Buniwangi. Raden Hande Limansenjaya dan Prabu Wastu Dewa. Prabu Hande mempunyai seorang putera bernama Raden Wijaya Kusumah (kemudian terkenal dengan Sunan Cipancar).
Selanjutnya Raden Wijaya Kusumah berputera 14 orang, diantaranya yang sulung bernama Raden Wangsanagara yang melanjutkan keadipatian Galih-Pakuan menggantikan ayahnya itu. Raden Wangsanagara berputera 6 orang, salah satunya Raden Aria Jiwanata yang berputera Dalem Adipati Arya Rangga Megatsari Suryakusumah. Dalem Adipati Rangga Megatsari berputera 9 orang, diantaranya Dalem Adipati Suta Jiwanagara, yang wafat di Mataram dan berputera Dalem Emas di Sukadanah, Sadang, Wanaraja. Sedangkan Dalem Emas berputera 10 orang, diantaranya Dalem Sutanagara di Cinunuk.

Dalem Sutanagara, leluhur keturunan Cinunuk, berputera 8 orang diantaranya seorang perempuan bernama Nyai Rd. Teja Kiyamah, yang menikah dengan Raden Noer Chasim dan berputera 5 orang, diantaranya bernama Rd. Muhammad Aliyam. Raden Muhammad Aliyam menikah dengan Nyi Mas Domas dan dikaruniai putera 3 orang, salah satu diantaranya Raden Muhammad Juwari yang mempunyai putera Raden Wangsa Muhammad.

Raden Wangsa Muhammad dilahirkan di sebuah kampung bernama Cinunuk, kira-kira pada abad ke-18 M (tanggal, bulan dan tahun belum diketahui secara pasti karena belum ditemukan data, baik lisan maupun tulisan). Beliau tumbuh menjadi anak yang cerdas, cekatan dan penurut pada kedua orang tuanya. Hormat pada yang lebih tua, sayang pada teman sebaya. Dalam pergaulan tidak pernah bersikap membedakan dengan anak sebaya dari keluarga apapun walaupun sebenarnya ia sendiri dari keluarga terah menak. Hal tersebut tampak manakala dalam bergaul tidak pernah bersikap mengambil jarak dengan siapapun. Memiliki perilaku demikian Raden Wangsa Muhammad sangat disenangi dan disayangi kalangan orang tua dan anak-anak sebayanya. Karena lahir dari keluarga kiyai maka dengan sendirinya iapun menunjukan tanda-tanda yang agamis.
Ketika Raden Wangsa Muhammad dewasa dan benar-benar telah menunjukan diri sebagai seorang kiyai sikap dan sifatnya yang terpuji semakin nampak, sehingga tak pelak lagi ia menjadi tokoh kharismatik. Hal itu, terutama ditunjukan oleh kearifan dan keluhuran budi pekertinya membuat ia disegani, dihormati dan dijadikan panutan masyarakat sekitar.

Semasa hidup sebagai seorang kiyai Raden Wangsa Muhammad selalu menuntun dan mengajarkan kepada masyarakat agar selalu berbuat kebenaran demi mencapai cita-cita hidup di dunia serta di akhirat kelak. Dalam ajarannya sering diungkapkan agar kita tidak lupa, yaitu ungkapan: Guru Ratu Wong Atua Karo Wajib Sinembah. Artinya kepada guru, pemimpin dan terutama kapada kedua orang tua kita harus selalu menghormati untuk menuju jalan bahagia dan selamat dunia akhirat.

Sikap tidak pernah membeda-bedakan derajat manusia berdasarkan ajaran agama Islam yang menjadi prinsip Raden Wangsa Muhammad. Tidak ada perbedaan antara golongan ningrat dengan golongan cacah. Hal terpenting adalah berakhlakul karimah dan mempunyai niat suci. Atas prinsip dan sikap inilah Raden Wangsa Muhammad mendapat julukan Pangeran Papak.

Pangeran Papak artinyan seorang yang berbudi luhur dan tidak pernah membedakan harkat derajat manusia (papak-Sd.= rata, sama-Ind). Anjuran kepada masyarakat agar hati selalu tentram ialah ulah ngingu kabingung, miara kasusah, sangkan aya dina kagumbiraan manah (agar hati selalu tetap gembira).

Ketertarikannya dalam menghaluskan rasa melalui kesenian tradisi melahirkan karya seni monumental, yaitu kesenian tradisional Boyongan. Terdapat beberapa jenis kesenian tradisi yang selalu dipagelarkan waktu itu, diantaranya: wayang golek, reog, pantun, wawacan (beluk), tembang, karinding, terbang, tari dan boboyongan. Dalam pementasan semua kesenian itu senantiasa diselipkan ajaran Islam berupa petuah, suri tauladan, gambaran bagi orang-orang yang mau berbuat kebenaran, dan larangan-larangan bagi orang yang berbuat kedhaliman. Semasa hidup Raden Wangsa Muhammad banyak didatangi orang yang berkecimpung dalam dunia seni (seniman), para pelajar, dan orang-orang yang bergerak dalam bidang usaha lain untuk belajar ilmu/ budi pekerti yang dimilikinya.

Kecintaannya dalam bidang ilmu pengetahuan melahirkan sebuah karya naskah sastra Sunda kuno berjudul Wawacan Jakah dan Wawacan Aki Ismun. Melalui dua media ini, Pangeran Papak menyebarkan syiar Islam kepada masyarakat luas.

Pada suatu sore, dalam keadaan usia yang sudah uzur, Pangeran Papak merasakan firasat bahwa dirinya tidak akan lama lagi hidup di dunia fana ini. Segera beliau memanggil para sanak saudara dan kerabat dekat hendak menyampaikan wasiat terakhirnya.

Konon, setelah semua hadir Raden Wangsa Muhammad dalam keadaan berbaring di tempat peristirahatan menyampaikan tiga pesan. Pertama, bahwa sebagai manusia kita harus dan mesti percaya pada takdir, percaya bahwa umur telah ditentukan oleh Allah SWT. Kedua, jangan sekali-sekali melupakan dari mana kita berasal dan hendak kemana kembali. Jika kita tidak pernah melupakan hal itu maka akan selamat hidup di dunia dan akhirat nanti. Dan itulah sajatining manusia, hidup sempurna. Ketiga, harus selalu ingat pada Allah sebagai Al-Khalik (pencipta), dengan cara berkomunikasi dengan- Nya melalui ibadah shalat lima waktu. Kehidupan manusia di dunia tidak akan abadi, suatu saat akan dipanggil kehadapan-Nya. Dan di Yaumal Kiamah nanti manusia harus mempertanggung jawabkan segala apa yang pernah perbuat selama hidup di dunia.

Sementara semua yang hadir dengan keadaan tertunduk khusuk mendengarkan pesan-pesan itu, tiba-tiba terdengar ucapan “Lailahaillallah” dari mulut Raden Wangsa Muhammad. Seketika, hadirin terserentak kaget, masing-masing mengangkat kepala seraya melihat kepada Raden Wangsa Muhammad, dan terlihat jelas beliau telah menghembuskan nafasnya terakhir, berpulang ke Rahmatullah. Semua serentak mengucap: “Innalillahi wainna llaihi Roojiun”.

Raden Kiyai Wangsa Muhammad atau Pangeran Papak wafat pada Senin malam tanggal 17 Safar tahun 1317 H, atau tahun 1819 M (tanggal dan bulan masehi belum diketahui) dan dimakamkan keesokan harinya. Dimakamkan disebelah Barat Desa Kecamatan Cinunuk hingga sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah dari luar Kabupaten Garut. Makam tersebut terletak di sebelah barat Desa Cinunuk dalam sebuah bangunan (gedung) makam di atas sebidang tanah seluas 221 m2. Bangunan makam itu terdiri dari bangunan pokok, yang dijadikan tempat pekuburan Pangeran Papak luasnya 96 m2. Bangunan lainnya (satu suhunan) seluas 25 m2 digunakan pekuburan keluarga.

Raden Kiyai Wangsa Muhammad meninggalkan putera dan puteri, yaitu: Rd. Wangsadinata, Rd. St. Satrimah, Rd. Wangsadirya, Rd. Danudiwangsa, Rd. St. Gandaningrum, Rd. Natadiwangsa, Rd. St. Surtiyah, Rd. Satria, Rd. Jayadiwangsa, Rd. Wiradiwangsa, Rd. Wigenadiwangsa, Rd. Atmadiwangsa, Rd. Tisnadiwangsa, Rd. St. Lengkawati. 


Minggu, 08 September 2013

Kekuatan Ilmu Santet

Pada dasarnya ilmu santet adalah ilmu yang mempelajari bagaimana memasukkan benda atau sesuatu ke tubuh orang lain dengan tujuan menyakiti.

Benda ini bisa saja misalnya sebuah paku atau seekor binatang berbisa yang dikirim secara gaib untuk dimasukkan ke tubuh seseorang dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Seperti ilmu-ilmu lain yang ada di dunia, santet bisa merupakan ilmu putih atau ilmu hitam tergantung dari penggunaan ilmu ini apakah untuk kebaikan atau untuk kejahatan. Tetapi dalam aplikasinya ilmu putih ini dipadukan dengan ilmu-ilmu lain sehingga bisa dikatakan diselewengkan (dihitamkan) oleh pelakunya, misalnya yang aslinya digunakan untuk menidurkan bayi yang rewel agar bisa terlelap, oleh maling ilmu ini diselewengkan untuk menidurkan calon korbannya.

Ilmu untuk meluluhkan hati orang yang keras atau kalap tetapi diselewengkan fungsinya untuk membuat orang lain terlena bujuk rayunya. Kasus yang terakhir ini marak yang umum kita kenal dengan istilah gendam.

Walaupun proses santet yang gaib ini sulit dimengerti secara ilmu pengetahuan, tapi secara logis santet dapat dimengerti sebagai proses dematerialisasi. Pada saat santet akan dikirim, benda-benda seperti paku, jarum, beling, ataupun inatang berbisa ini diubah dari materi menjadi energi.

Kemudian dalam bentuk energi, benda ini dikirim menuju sasaran. Setelah tepat mengenai sasaran, energi ini diubah kembali menjadi materi. Sehingga apa-apa yang tadi dikirim, misalnya beling dan binatang berbisa akan masuk ke tubuh seseorang yang merupakan sasaran santet. Selanjutnya secara otomatis benda-benda yang tadi dimasukkan melalui santet ini akan menimbulkan kesakitan pada tubuh orang yang disantet.

Selanjutnya penulis akan membahas ilmu santet lebih ke arah santet sebagai ilmu hitam. Berdasarkan pengetahuan penulis, ada dua jenis santet menilik dari jenis ekuatan yang dijadikan sumber kekuatannya.

Pertama adalah santet yang dalam prosesnya memanfaatkan kekuatan makhluk gaib seperti jin, setan, dan makhluk gaib lainnya. Dalam pelaksanaannya, pelaku santet akan bekerja sama dengan makhluk gaib sebagai media pengiriman santet.

Untuk mengajak si makhluk gaib untuk dijadikan "kurir" ini tentu saja pelaku antet harus memberikan imbalan sesuai yang diminta oleh sang kurir. Imbalan bisa berupa sesaji khusus yang diperuntukkan makhluk gaib sebagai makanan untuknya.

Imbalan juga dapat berbentuk lain sesuai permufakatan makhluk gaib dengan pelaku santet. Setelah imbalan yang dijanjikan disepakati, maka "sang kurir" pun akan melakukan tugasnya membawa santet menuju sasaran.

Ada kasus misalnya sesaji atau imbalan yang disepakati lalai atau tidak dilaksanakan oleh pelaku santet, maka dalam kasus ini bisa saja si makhluk gaib akan meminta tumbal dari pelaku santet. Sehingga bisa disimpulkan hal ini lah yang merupakan resiko bagi para pelaku santet.

Kedua, adalah santet yang bersumber dari kekuatan batin. Santet dengan metode ini membutuhkan kekuatan batin yang biasanya diperoleh dari laku spiritual.

Pada saat penggunaannya santet dengan kekuatan batin biasanya dibantu dengan kekuatan visualisasi (pembayangan) yang kuat dari pelaku. Misalnya santet dengan menggunakan media bambu apus yang ketika hendak digunakan terlebih dahulu dibacakan mantera-mantera tertentu, setelah itu pelaku santet memusatkan konsentrasi, visualisasi dan berniat menyumbat kubul dan dubur si jabang bayi (sasaran).

Konon, dengan cara demikian, seseorang yang dituju tidak bisa buang air besar maupun air kecil. Sehingga pada hakikatnya kekuatan santet ini bersumber dari memusatan kehendak batin saja. Sedangkan peran dari ritual, seperti membaca mantera atau laku tirakat lain merupakan sarana penunjang yang mampu membantu visualisasi batin sehingga bertambah kuat. 



Jumat, 06 September 2013

Karakter-Karakter Keris Jawa Berdasarkan Tempat Asal Pembuatannya

Pada dasarnya pada awalnya keris-keris dibuat adalah untuk menunjang kesaktian, kekuasaan dan kewibawaan manusia pemiliknya. Masing-masing keris jawa yang dibuat oleh empu jawa di Jawa Barat, Jawa Tengah dan di Jawa Timur mempunyai perbedaan sifat perwatakan yang umumnya sejalan dengan sifat perwatakan dan keilmuan kesaktian masyarakat setempat.

Keris Jawa Barat.
Secara umum, keilmuan kesaktian dari Jawa Barat sangat mengedepankan sifat keilmuan yang tinggi dan watak keilmuan yang keras. Diibaratkan jika ilmu pukulan, maka ilmu pukulannya itu bersifat ampuh mematikan / menghancurkan, atau jika ilmu pertahanan tubuh, ilmunya benar-benar bisa menjadikan manusianya kebal tidak terluka oleh serangan senjata tajam. Dengan sifat keilmuan kesaktian yang seperti itu maka orangnya akan dikenal sebagai manusia yang berkesaktian tinggi.

Sejalan dengan itu, keris-keris yang dibuat di Jawa Barat dibuat dengan sifat karakter yang keras dan panas dan berhawa angker menakutkan, sehingga walaupun hanya dilihat sekilas saja akan terasa bahwa keris-keris tersebut mengandung hawa gaib yang keras.

Keris Jawa Timur.
Secara umum, keilmuan kesaktian dari Jawa Timur juga mengedepankan sifat keilmuan yang tinggi dan watak keilmuan yang keras, tetapi tidak sekeras keilmuan Jawa Barat, sifatnya lebih halus tetapi tajam. Diibaratkan jika ilmu pukulan, walaupun ilmu pukulannya juga bersifat mematikan / menghancurkan, tetapi lebih halus dan energinya lebih tajam, bersifat merusak tubuh bagian dalam atau menembus kekebalan / pagaran ilmu gaib lawan, atau jika diibaratkan ilmu pertahanan tubuh, walaupun ada juga ilmu yang benar-benar menjadikan manusianya kebal terhadap serangan senjata tajam, tetapi kebanyakan ilmunya berupa ilmu ketahanan tubuh dari serangan fisik dan tenaga dalam dan perlindungan dari serangan ilmu gaib.

Sejalan dengan itu, keris-keris yang dibuat di Jawa Timur dibuat dengan sifat karakter yang halus tetapi berenergi tajam, berwibawa tetapi tidak angker menakutkan, sehingga bila dilihat sekilas akan terasa bahwa sekalipun keris-keris tersebut berkesaktian tinggi, tetapi tidak terlihat angker, tetapi anggun dan berwibawa dan terasa kandungan hawa gaib energinya yang tajam (tetapi tidak semua keris dari Jawa Timur berenergi tajam).

Keris Jawa Tengah.
Secara umum, keilmuan kesaktian dari Jawa Tengah tidak menonjolkan sifat keilmuan yang tinggi dan watak keilmuan yang keras, tetapi menekankan pada keilmuan yang "dalam" dan bersifat "menindih" kesaktian lawan atau bersifat menenggelamkan / memunahkan keilmuan lawan yang tinggi. Sangat jarang kita mendengar nama-nama orang sakti dari Jawa Tengah, karena seseorang yang menganut filosofi keilmuan dari Jawa Tengah, walaupun sakti dan berilmu tinggi, tetapi seringkali tidak kelihatan sebagai orang yang sakti / berilmu, karena perwatakannya didasari oleh filosofi kebatinan jawa mendem jero, tetapi karisma perbawa keilmuannya akan dapat dirasakan oleh sesama orang berilmu, sehingga mereka akan saling menghormati dan menjaga jarak. Diibaratkan jika ilmu pukulan, maka walaupun ilmu pukulannya juga bersifat menghancurkan, tetapi lebih lembut dan tidak menonjolkan serangan yang mematikan, tetapi lebih bersifat mengalahkan dengan melumpuhkan atau bersifat "menindih" / memunahkan keilmuan lawan, atau jika ilmu pertahanan tubuh, walaupun ada juga ilmu yang benar-benar menjadikan manusianya kebal terhadap serangan senjata tajam, tetapi kebanyakan ilmunya berupa ilmu ketahanan tubuh dari serangan fisik dan tenaga dalam dan perlindungan dari serangan ilmu gaib.

Sejalan dengan itu, keris-keris yang dibuat di Jawa Tengah dibuat dengan sifat karakter yang halus, tetapi berenergi besar dan bersifat "menindih" kesaktian lawan, dan tidak menonjol wibawanya, apalagi angker menakutkan, sehingga banyak orang yang tertipu yang menganggap keris-keris tersebut kosong isinya, karena memang tidak terasa aura wibawanya dan juga tidak terasa getaran energinya. Sekalipun keris-keris tersebut berkesaktian tinggi dan berenergi besar, tetapi tidak terlihat angker berwibawa dan tidak terasa kandungan hawa gaibnya, tetapi orang-orang berilmu kebatinan dan yang peka batinnya, mereka akan dapat merasakan getaran gaibnya dan energinya yang besar dan berat dari jarak yang cukup jauh sebelum keris-keris itu hadir di hadapan mereka. Bahkan banyak orang-orang berilmu gaib yang memilih untuk tidak "berurusan" dengan keris-keris dari Jawa Tengah ini, karena keris-keris itu dapat "menindih" dan memunahkan keampuhan ilmu gaib mereka. Banyak keris-keris Jawa Tengah yang sebenarnya adalah Keris Tindih.