Asal keturunan kyai-kyai Jawa memilki akar yang sama, yakni para wali sunan pembawa islam ke tanah jawa dari jalur Arab, mereka memiliki padepokan pesantren dengan asimilasi kuat budaya setempat. Nama terkenal di era kini adalah Wali Songo terutama Sunan Malik Ibrahim yang berpengaruh besar melahirkan Kerajaan Demak Bintara. Di masa peletakan dasar Mataram Islam ini terdapat nama Ki Ageng Gribig (KAG) yang dikenal sebagai “Syekh Wasibagno”, kata wasi berakar dari akar kata wasiat yakni bahwa beliau pemegang wasiat dakwah islam wilayah tengah tanah Jawa di Jatinom Klaten.
Silsilahnya menurut Indarjo seorang Wedana Jatinom pada rapat panitia Yaqawiyyu tanggal 11 Sapar 1884 / 30 Oktober 1952 dalam buku Riwayat Kyai Ageng Gribig Jatinom Klaten, mengarah langsung kepada Raja Brawijaya Majapahit. Menurut sumber ini, keturunan langsung beliau adalah:
1. Kyai Gambiran
2. Kyai Gribig II
3. Den Mas Sahid (ibu dari Pajang)
4. Kyai Tafsir Imam
5. Ki Bagus Kentolingalas
Sumber lain mengatakan bahwa putra putri beliau juga Nyai Ageng Penganten dan Kyai Ageng Lebak yang memiliki putera Kyai Ageng Abdul. Nama KAG juga menurunkan pendiri Muhammadiyah, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Data selengkapnya bisa kita baca berikut ini:
Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana Ainul Jaqina,
Maulana Mohammad Fadlu’llah (Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),
Demang Djurang Djuru Sapisan, Demang Djurang Djuru Kapindo, Kijai Iljas, Kijai Murtadla,
K. Hadji Mohammad Sulaiman, K.H. Abubakar, K.H. Achmad Dachlan (Mohammad Darwis).
Di dalam kompleks makam KAG di Jatinom Klaten tersembunyi kekayaan sejarah tak terhingga yang dapat membuka fakta terlupakan, bahwa tanggung jawab Muhammadiyah tidak terhenti sepeninggal pendirinya, seperti soal simbol-simbol kejawen di dalam makam dan hal-hal menyangkut amal ibadah terkait. Generasi muda islam perlu membaca makam sebagai candi dengan menggunakan semiotika (semiologi), seperti di dalam kompleks Makam KAG terbaca jelas lambang Majapahit, sebagaimana bahwa lambang Muhammadiyah adalah hastabrata yang juga banyak terdapat di komplek Makam Trowulan.
Maulana Mohammad Fadlu’llah (Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),
Demang Djurang Djuru Sapisan, Demang Djurang Djuru Kapindo, Kijai Iljas, Kijai Murtadla,
K. Hadji Mohammad Sulaiman, K.H. Abubakar, K.H. Achmad Dachlan (Mohammad Darwis).
Di dalam kompleks makam KAG di Jatinom Klaten tersembunyi kekayaan sejarah tak terhingga yang dapat membuka fakta terlupakan, bahwa tanggung jawab Muhammadiyah tidak terhenti sepeninggal pendirinya, seperti soal simbol-simbol kejawen di dalam makam dan hal-hal menyangkut amal ibadah terkait. Generasi muda islam perlu membaca makam sebagai candi dengan menggunakan semiotika (semiologi), seperti di dalam kompleks Makam KAG terbaca jelas lambang Majapahit, sebagaimana bahwa lambang Muhammadiyah adalah hastabrata yang juga banyak terdapat di komplek Makam Trowulan.
Menelusuri Islam di Era Majapahit:
Dari acara Waosan TOJ saat Hantlusuri Tapak Tilas Yasan Kyai Ageng Gribig Jatinom, 11 Desember 2008 terungkap bahwa sesungguhnya KAG saat awal 1501M-1600an) adalah figur yang amat berpengaruh menyiapkan kekuatan Kstatria Mataram termasuk seorang figur guru utama dari Sultan Agung Hanyakrakusuma (SA) mulai 1613 – 1646 dan penyiapan pasukan Mataram ke Batavia. KAG seperti tersebut di atas dan terbukti kemudian amat berpengaruh dalam diri SA beserta kebesaran nama beliau dalam sejarah islam Jawa.
Berdiri Beteng Kotagede 1506, tanda berdiri kraton di alas Mentaok dekat Kotagede sekarang. Ramanda beliau Pangeran Senopati (PS) jumeneng 1582 berjarak masa 80 tahun dari era berdirinya Beteng Kotagede Mataram. Sultan Agung jumeneng di Kraton Kotagede 1617 saat beliau masih berusia 15 tahunan yang waktu kecil bergelar Raden Bagus Jatmika dan dalam berguru agama islam beliau dikirim oleh PS kepada KAG Jatinom, saat itu berusia 5 tahun-an telah menghafal al-Qur’an al-Karim. Dalam mendidik, oleh KAG Jatmika kecil diberi Cincin Merah Delima lalu dibacakan kitab-kitab agar Jatmika menyimak bacaan serta diiringi suara Kodok Ngorek, istilah bahasa Arab yang artinya Qadha Qari, bahwa KAG sebagai pembaca tugas-tugas tanggung jawab keislaman pada Jatmika kecil. Kelak saat dewasa bahkan diakui keislaman Jatmika ini dalam jejak sejarah islam dunia.
Sultan Agung lalu pindah ke Kerta, namun tetap beliau amat menghormati KAG yang dibuktikan dengan berdirinya Masjid Alit Jatinom Klaten, dibangun oleh SA dengan cara “melanting” bahan-bahan material masjid kesemuanya dari Kraton Kotagede, bisa dibayangkan berapa KM jarak dan berapa panjang manusia melanting material bangunan saat itu. Bukti lain beliau sangat dihormati oleh Sultan adalah ketika Raden Jatmika telah dianggap cukup ilmunya, dipanggillah dia ke Sunan Tembayat Samarang, disana sebetulnya Tembayat telah tiada, hanya menemui pusaranya untuk bekti dan berguru. Keberadaan KAG juga terngiang saat Sultan berada di Wotgaleh Ngayogyakarta, SA tetap berkait pada gurunya. Wiritnya saja Ya Qawiyu Ya Aziz adalah senjata perang Sabilillah 1628 dan1629 ke Batavia, dari wirit ini kini dikenal tiap bulan Sapar Kalender Jawa ada Upara Yaqawiyyu di Jatinom, fakta bahwa betul-betul KAG amat penting posisinya dalam sejarah Mataram Islam.
Era ke belakang yakni sebelum Mataram ada Pajang, Demak, lalu ada nama Bre Kertabumi (Brawijaya v) raja Majapahit. Pelajaran Sejarah mengajarkan bahwa kerajaan ini merupakan Kerjaan Hindu, padahal data makam di Tralaya Trowulan Mojokerto terdapat kompleks Trah Ulama Majapahit, seperti makam Pusponegoro, Sayyid Jumadil Kubro, kturunan ke-8 Nabi Muhammad SAW, disana terdapat 3000an makam dan janazah tidak diaben (dibakar) seperti layaknya penganut Hindu Bali misalnya. Bukti lambang hastabrata Surya Majapahit banyak kita temui di komp[leks tersebut, termasuk inskripsi kalimat tauhid, tanda hilal bulan sabit, tulisan qullu syain haaliqum illa wajhahu, akasara jawa banyak pula tertera disamping tulisan wa allah a’lam dan warna warni kalimatullah disamping simbul kala (mangsa, era, zaman), naga, yoni atau aneka ukiran jawa islam lain.
Suryo Majapahit dapat dilihat pula di buku sejarawan barat seperti Denys Lombart pada edisi Nusa Jawa jilid 1 sengaja memuat hastabrata Surya Majapahit itu secara terbalik, serta lambang ini juga terlihat sama persis dengan lambang yang dipergunakan oleh Perserikatan Muhammdiyah. Surya Majapahit dan hilal juga bermakna kayun-darain dari kalimat Hayyun fid daarain hidup dalam dua alam yaitu dhahir dan ghaibiyah, sebagai kesadaran keimanan telah terbentuk di era Majapahit yang digolongkan Hindu itu. Tersebut juga pada Serat Sabdopalon Nayagenggong dan babad tanah Jawi lain bahwa Raja Brawijaya V telah memeluk islam. Jika Islam hanya mementing persoalan formal (dhahiriyah) saja, maka lahirlah 500-an tahun dari masa babad tersebut era dakwah islam akan kembali kepada budi pekerti, pada hal-hal bathiniyah. Menurut penjaga makam mataram di Ngayogyakarta Hadiningrat bernama Mbah Sopiyan, 107thn, orang yang sangat mengenal makam-makam tua di seluruh Jawa Tengah bahwa KAG memang keturunan Brawijaya V.
Bukti lain di dalam kompleks makam Demak Bintara juga terdapat Surya Majapahit dan lambang laut, artinya bhw Raden Patah yang bergelar Syah Alam Akbar ke-1 selaku Panglima Angkatan Perang Majapahit. Sunan Adipati Unus ke-2 telah syahid dalam peperangan mengusir Portugis di Selat Malaka, ke-3 Sunan Trenggono dan kepemimpinan beliau dilannjut oleh Sunan Prawoto Syah Alam Akbar ke-4 dan seterusnya dalam mengusir penjajah. Nama KAG sejak masa Demak telah beperan sangat besar menyiapkan energi para ksatria dan bintara, istilah wali juga melekat pada KAG, bermakna pengemban tugas kewalian sebagaimana para aulia’, KAG adalah seorang kyai yang dengan caranya diatas telah menegakkan dakwah islam di tanah jawa. Maka melupakan akar kesejarahan dengan simbol-simbol keagamaan di sejumlah makam kyai juga persoalan besar yang kini melanda banyak pegiat syiar agama terutama Islam di tanah Jawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar