Kamis, 31 Januari 2013

Kisah Mistik Uang Balik

Sebut saja lelaki yang sejatinya berwajah tampan itu dengan nama Danu. Penulis mengenalnya berkat jasa seorang teman, yang kebetulan juga temannya Danu. Seperti penuturan sohib Penulis itu, Danu memiliki kisah perjalanan hidup yang sangat mencekam. Seperti apa? Danu membeberkan kesaksiannya. Berikut ini kami jalinkan kisahnya untuk Anda…:

Malam itu, entah malam yang ke berapa kalinya aku dan isteriku harus tidur dengan menahan lapar. Maklumlah, pekerjaanku yang hanya sebagai pengepul barang rongsokan kelas teri, yang setiap hari keliling dari kampung ke kampung dengan sepeda butut, memang tidak menentu pendapatannya. Hampir setiap hari, kami hanya bisa makan dua piring nasi dengan sayur bening dan secobek sambal terasi. Kalau kebetulan dapat rezeki agak lumayan, barulah kami bisa makan dengan ikan goreng atau telur asin.

Kebetulan, siang hari tadi hujan turun lebat sekali, sehingga aku tidak bisa leluasa melakukan aktivitasku keliling kampung membeli koran atau botol-botol bekas. Alhasil, tak ada kelebihan uang yang bisa kubawa pulang, kecuali rasa letih dan kepala yang pusing akibat kehujanan hampir seharian. Selepas sholat Isya, aku dan isteriku hanya makan sisa sayur asam yang tinggal airnya saja. Nasi pun hanya tinggal sepiring, dan kami makan bersama. Walau begitu, aku masih tetap merasa beruntung. Meski kehidupan ekonomiku carut-marut, isteriku tetap setia mendampingku. Dia juga termasuk seorang yang tekun dalam beribadah.

Ternyata aku tidak salah memilih Kartika sebagai pendamping hidupku. Dia tak hanya cantik dan salehah, namun dia juga isteri yang sangat sabar dalam menghadapi segala cobaan. Namun, cintanya yang tulus ini membuatku merasa bersalah, sebab aku tdak bisa membahagiakan Kartika. Jangankan memberinya harta yang berlimpah, untuk memberi kehidupan yang layak saja aku tidak bisa melakukannya. Sungguh, bila ingat semua itu, tak terasa air mataku menetes. Aku merasa telah menjadi lelaki tak berguna. Nasib buruk sepertinya telah menjadi bagian dalam hidupku. Bukannya aku pemalas atau tidak mau bekerja keras. Aku sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezeki. Tapi tetap saja hasilnya pas-pasan.

“Tika, sampai kapan hidup kita akan begini terus?” cetusku sambil memandangi wajahnya yang ayu. “Sabar ya, Mas. Mungkin ini cobaan dari Allah!” jawabnya singkat. “Coba kalau dulu aku sekolah sampai sarjana, pasti hidup kita tidak akan susah begini,” kataku, menggerutu. “Sudahlah, jangan menyalahkan keadaan, tidak baik terus-menerus mengeluh!” timpalnya dengan bijak.

Kartika, atau biasa aku memanggilnya Tika, memang selalu menjadi sumber pencerahan batin bagiku. Dia adalah apu semangat hidupku dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Setiap kali aku merasa putus asa, setiap kali aku terjatuh, maka dia selalu ada dan menjadi malaikat yang seolah tak pernah bosan mengulurkan tangannya untukku. Rasanya berdosa sekali bila aku menyatikinya. Suatu malam, aku duduk menyendiri di bibir sumur tua yang sudah tak terpakai lagi. Jaraknya sekitar 50 meter dari belakang rumahku. Waktu itu, hatiku memang sedang galau memikirkan kenyataan hidup yang kualami. Sambil membiarkan lamunanku berkelana entah kemana, mataku seakan tak berkedip memandang langit yang penuh dengan taburan bintang. Apalagi, malam itu bulan sedang purnama. Sinarnya yang terang menjadi mahkota di malam nan sunyi itu.
Entah pukul berapa, aku tak tahu, sebab aku memang tak pernah memiliki jam tangan yang bagiku adalah sebuah barang mewah. Yang pasti, malam itu suasana sudah sangat sepi. Tak ada suara pun orang lewat. Bahkan suara jangkrik pun seolah tidak terdengar. Ya, malam yang hening. Rasa dingin mulai menyelimuti tubuhku.

Ketika menyadari kesendirianku yang sedemikian sempurna, tiba-tiba aku merasa takut sekali. Entah kenapa? Bulu kudukku mendadak merinding. Aku bergegas bangkit dari tempat itu. Namun, tiba-tiba aku tersentak kaget. “Jangan pergi dari sini, kalau kamu ingin hidup kaya!” Demikian kata satu suara yang tidak berwujud, yang membuatku kaget setengah mati. Aku celingukkan, mencoba mencari sumber siapa pemilik suara itu. Tapi, jangankan orangnya, bayangannya pun aku tidak melihatnya.

“Siapa kau ini?” tanyaku, dengan bulu kuduk semakin berdiri meremang. “Kembalilah duduk di bibir sumur ini, Sayang!” suara iu kembali terdengar. Astaga! Aku baru menyadari kalau suadara itu terdengar lembut sekali. Ya, suara seorang wanita. Tapi, siapa dia? Mengapa ada wanita tengah malam begini? “Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Duduklah kembali di bibir sumur ini, Sayang!” katanya lagi.

Entah mengapa, sekali ini aku menuruti perintahnya. “Lihatlah ke dalam sumur dan tolong keluarkan aku dari dalam sumur ini,” pinta suara itu dengan nada lembut penuh permohonan. Seperti terhipnotis, aku langsung melolong ke dalam sumur. Aneh bin ajaib! Di dalam sumur yang sudah tidak terpakai selama bertahun-tahun ternyata memang ada seorang perempuan. Dengan sigap aku kemudian berusaha mengeluarkan wanita cantik itu. Anehnya, saat itu, entah mengapa rasa takut yang tadi menyergap batinku telah hilang entah kemana. Bahkan, demi melihat kecantikan wanita itu, rasa takutku malah berubah menjadi rasa cinta dan sayang. Padahal, jelas aku tidak pernah mengenal, atau melihat wanita itu sebelumnya.

Kejadian selanjutnya sungguh terjadi di luar akal sehat. Nafsu birahiku tiba-tiba bergejolak saat melihat paha wanita itu tersingkap karena tertitup angin malam. Dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba aku sudah bergumulnya. Ya, kami bercinta seperti laiknya sepasang kekasih yang dimabuk asmara setelah sekian lama tidak saling bersua. Apa yang terjadi detik selanjutnya? Aku terkulai lemas setelah menyemprotkan magma kenikmatan pada sesosok wanita cnatik tersebut. Entah berapa lama kami bercumbu. Yang pasti, sebelum pergi, wanita cantk itu memberikan selembar uang lima puluh ribuan rupiah padaku sambil berkata, “Uang ini sebagai awal dari kekayaanmu, Sayang!” Setelah itu dia pergi, dan bayangannya pun lenyap di telan gelap malam di ambang subuh. Aku tertegun dan bingung. Aku sulit mempercayai apa yang barusan terjadi. Kuraba saku bajuku, ternyata selembar uang lima puluh ribuan rupiah itu benar-benar ada….

Pagi hari setelah kejadian ini, kepada Kartika aku pamit mencari rongsokan seperti biasanya. Tapi sebenarnya aku tidak mencari rongsokan. Aku masih bingung dan cemas bila teringat kejadian semalam. “Apa sebenarnya maksud uang ini?” batinku sambil memegang uang Rp. 50.000 pemberi wanita misterius itu. Meski pada awalnya sekedar mencoba-coba, akhirnya kubelanjarkan uang itu ke sebuah warung. Aku membeli beras, minyak goreng, telur dan beberapa makanan ringan untuk camilan isteriku. Setelah dihitung, jumlah belanjaanku Rp. 42.000. Jadi, aku masih menerima kembalian Rp. 8000 Sesampainya di rumah, bukan main senangnya isteriku. Dia menyambutku dengan rasa syukur. “Alhamdulillah, akhirnya Mas Danu dapat rezeki kan?” ycap Kartika, memanjatkan rasa syukurnya. Aku tersenyum, pura-pura ikut mengucapkan syukur. Dalam hati aku tetap berniat akan berusaha untuk menjaga rahasia ini.

Setelah menyerahkan belanjaan itu kepada Kartika, aku bergegas mandi. Saat kulepas bajuku, tiba-tiba uang Rp. 50.000 ribuan jatuh dari saku saku bajuku. Aku terpana dibuatnya. Aneh, bukankah uang itu sudah habis kubelanjakan? Lantas, kenapa bisa balik lagi ke saku bajuku? Lambat laun akhirnya aku mulai menyadari bahwa uang Rp. 50.000 pemberian makhluk misterius itu memang bukanlah sembarang uang. Mungkin, ini adalah uang siluman? Atau mungkin pula ini yang dinakaman Uang Balik? Pada awalnya, batinku gelisah karena kenyataan ini. Namun celakanya, lambat laun aku malah menikmati keanehan ini. Mungkin, karena semakin hari uangku semakin banyak. Bayangkan saja, setiap kali aku belanja uangku pasti kembali utuh. Bukan hanya barang yang kubeli yang kuterima, tapi sekaligus juga uang kembaliannya.

Untuk menghindari kecurigaan isteriku, aku berdalih bisnis barang antik dengan orang kaya. Karena ketulusan cintanya, isteriku percaya saja dengan kebohonganku. Berkat Uang Balik itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, aku mampu membeli rumah, sawah, dan beberapa areal tanah yang cukup luas. Pekarangan yang luas tersebut aku kapling-kapling menjadi rumah, kemudian aku jual perunit. Maka jangan heran bila akhirnya aku mampu membeli mobil, juga rumah mewah beserta isinya. Tahukah, ada satu hal yang harus kulakukan untuk mempertahankan kekayaan yang kumiliki. Setiap malam Jum’at Legi, aku harus melayani isteri gaibku yang bersemayam di sumur tua belakang rumah kami. Isteri gelapku ini bernama Puteri Sanca. Dia berasal dari bangsa lelembut. Dari Puteri Sanca tersebut kekayaanku bersumber.

Sampai sejauh ini Kartika, isteriku, tidak pernah tahu sepak terjangku. Dalam hati, sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi biarlah semua ini menjadi rahasia hidupku. Terlepas dari semua itu, setiap toko atau warung yang baru aku beli, entah itu beli semen, emas atau apa saja, uang dariku pasti hilang tak berbekas. Dan uang itu sebenarnya tidak hilang, tapi uang itu kembali padaku. Memang, banyak orang yang curiga padaku, tapi mereka tidak bisa membuktikan kecurigaannya itu. Apalagi aku selalu berbuat amal baik dengan membagi-bagikan sembako. Terutama setiap menjelang lebaran dan menjelang Ramadhan. Aku juga selalu menyantuni anak-anak yatim piatu. Jadi, sepertinya aku bersih di mata masyarakat sekitar. Seiring dengan itu, kekayaanku semakin melimpah ruah. Dan yang membuatku bahagia Kartika, isteriku, bisa tersenyum senang dan hidup mewah.

Di luar sepengetahuanku, rupanya secara diam-diam ada orang yang merasa tertipu oleh ulahku mencari orang pintarl Akhirnya, orang itu menemukan penangkalnya. Dan orang ini memberikan rahasia penangkal ini kepada pemilik warung atau toko yang lainnya. Apa yang kemudian terjadi? Entah bagaimana, setiap aku membeli sesuatu, uangku tidak kembali lagi seperti biasanya. Bahkan uangku yang kusimpan dibrangkas, tiba-tiba lenyap tanpa sebab. Karena itulah, dalam waktu singkat, hartaku mulai menipis. Aku benar-benar shock dengan kenyataan ini. Sementara itu, tanpa kuduga isteriku juga mulai curiga dengan sepak terjangku. Dia berusaha menyadarkanku, tapi aku menangkisnya dengan kera.

“Aku tidak sudi Mas mencari harta dengan bersekutu dengan setan. Itu namanya murtad, Mas!” kata isteriku, suatu malam. Baru kali ini kulihat dia berkata keras seperti itu kepadaku. Bukannya insyaf, aku malah menendang dan menamparnya. Aku benar-benar berubah beringas, terlebih setelah tahu kalau isteriku ternyata mencari orang pintar dan menyuruh orang untuk menguburkan uangku di kuburan. Setelah mengetahui perbuatan Kartika ini, dengan kejam kuinjak-injak tubuhnya. Untung para tetangga segera menolongnya. Kalau tidak, mungkin aku telah membunuh isteriku sendiri. Dengan kalap aku berlari menuju sumur tua tempat puteri Sanca. Aku berteriak-teriak memanggil namanya. “Keluar puteri Sanca! Tolong aku. Beri aku uang. Aku tidak ingin jatuh miskin, aku tidak ingin jadi kere!” Pintaku menghiba.

Tiba-tiba dari dalam sumur tua tersebut keluar seorang nenek renta berbaju compang-camping dan berbau anyir. Orang-orang yang melihatnya pada muntah dan menutup hidungnya. “Pergi kamu nenek busuk! Aku mau puteri Sanca, bukan kamu!” bentakku setelah meludah karena rasa jijik. Nenek itu tertawa menyeramkan. “Puteri Sanca itu ya aku. Ayo sini. Kamu telah melanggar kesepakatan, sudah dua malam Jum’at, kamu tidak memenuhi hasrat birahiku!” ucapnya sambil berusaha menyeretku ke dalam sumur tua. Melihat itu, isteriku berusaha meraih tanganku. Aku sendiri terus meronta melakukan perlawanan. “Kartika toloong aku…tolong aku!” pintaku setengah putus asa. Percuma saja, puteri Sanca yang ternyata siluman tua renta berhasil menyeretku masuk ke dalam sumur. Kudengar saat-saat terakhir isteri berteriak pilu memanggil namaku. Dan suara isteriku itu rasanya begitu nyeri terdengar di telingaku. Selanjutnya aku tidak mendengar apa-apa lagi. Pandanganku jadi gelap dan pekat….

Saat siuman, kudapati diriku berada di ruang perawatan sebuah rumah sakit. Sekujur tubuhku terasa nyeri. Namun, rasa nyeri itu seakan lenyap saat kulihat Kartika menatapku dengan senyum, walau kulihat matanya bengkak dan merah. “Apa yang terjadi denganku, Tika?” tanyaku. Kartika tak menjawab. Dia berusaha menenangkanku,. Di saat yang sama, baru kusadari kalau di dalam ruangan itu ada juga ayah dan ibuku, kedua mertuaku, juga seorang lelaki tua bersorban putih, yang belakangan kuketahui namanya sebagai Kyai Abdullah (samaran). Nah, Kyai Abdullah inilah yang kini membimbing pertobatanku. Belakangan aku tahu kalau pada hari itu, aku benar-benar jatuh ke dalam sumur tua tersebut. Untunglah para tetangga menyelamatkanku, walau beberapa persendianku dinyatakan patah oleh dokter.

Kini, aku telah sembuh dan sehat wal’afiat. Satu hal yang paling kusyukuri, Allah SWT masih memberiku panjang umur, sehingga aku bisa melakukan tobatan nasuha. Walau kekayaanku telah habis, namun aku bersyukur sebab masih memiliki Iman Islam. Dan, aku juga masih bisa merasa bangga sebab memiliki isteri salehah seperti Kartika. Dengan sedikit sisa uang yang ada, Kartika kini membuka sebuah warung kecil-kecilan, sedangkan aku tinggal di pesentran milik Kyai Abdullah. Entah untuk berapa lama lagi.

Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.


Pencapaian Spiritualitas Tinggi

Keberhasilan mengolah Guru Sejati, tatarannya akan dapat dicapai apabila kita sudah benar-benar ‘lepas’ dari basyor atau raga/tubuh. Yakni jiwa yang telah merdeka dari penjajahan jasad. Bukan berarti kita harus meninggalkan segala kegiatan dan aktivitas kehidupan duniawi, itu salah besar !! Sebaliknya, kehidupan duniawi menjadi modal atau bekal utama meraih kemuliaan baik di dunia maupun kelak setelah ajal tiba. Maka seluruh kegiatan dan aktivitas kehidupan duniawi sudah tidak dicemari oleh hawa nafsu. Kebaikan yang dilakukan tidak didasari “pamrih”; sekalipun dengan mengharap-harap iming-iming pahala-surga, atau takut ancaman dosa-neraka. Melainkan kesadaran makrokosmos dan mikrokosmos akan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan, hendaklah memposisikan diri bukan sebagai seteruNya, tetapi sebagai “sekutuNya”, sepadan dan merasuk ke dalam gelombang Ilahiah. Kesadaran spiritual bahwa kemuliaan hidup kita apabila kita dapat bermanfaat untuk kebaikan bagi sesama tanpa membeda-bedakan masalah sara. Orang yang memiliki kesadaran demikian, hakekat kehendaknya merupakan kehendak Tuhan. Apa yang dikatakan menjadi terwujud, setiap doa akan terkabul. Ucapannya diumpamakan “idu geni” (ludah api) yang diucapkan pasti terwujud. Kalimatnya menjadi “Sabda Pendita Ratu”, selalu menjadi kenyataan.

Selain itu, tataran tinggi pencapaian “ilmu batin/spiritual” dapat ditandai apabila kita dapat menjumpai wujud “diri” kita sendiri, yang tidak lain adalah Guru Sejati kita. Lebih dari itu, kita dapat berdialog dengan Guru Sejati untuk mendengarkan nasehat-nasehatnya, petuah dan petunjuknya. Guru sejati berperan sebagai “mursyid” yang tidak akan pernah  bicara omong kosong dan sesat, sebab Guru Sejati sejatinya adalah pancaran dari gelombang Yang Maha Suci. Di sana lah, kita sudah dekat dengan relung ’sastra jendra hayuning rat’ yakni ilmu linuwih, “ibu” dari dari segala macam ilmu,  karena mata (batin) kita akan melihat apa-apa yang menjadi rahasia alam semesta,  sekalipun tertutup oleh pandangan visual manusia maupun teknologi.

Tanda-tanda pencapaian itu antara lain, kadang seseorang diizinkan Tuhan untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang, melalui vision, mimpi, maupun getaran hati nurani. Semua itu dapat merupakan petunjuk Tuhan. Maka tidak aneh apabila di masa silam nenek moyang kita, para leluhur bumi nusantara yang memperoleh kawaskitan, kemudian menuangkannya dalam berbagai karya sastra kuno berupa; suluk, serat, dan jangka atau ramalan (prediksi). Jangka atau prediksi diterima oleh budaya Jawa sebagai anugerah besar dari Tuhan, terkadang dianggap sebagai peringatan Tuhan, agar supaya manusia dapat mengkoreksi diri, hati-hati, selalu eling-waspadha dan melakukan langkah antisipasi.

PENTINGKAH GURU SEJATI ?
Betapa pentingnya Guru Sejati dalam kehidupan kita yang penuh ranjau ini. Perahu kehidupan kita berlabuh dalam samudra kehidupan yang penuh dengan marabahaya. Kita harus selalu eling dan waspadha, sebab setiap saat kemungkinan terburuk dapat menimpa siapa saja yang lengah. Guru Sejati akan selalu memberi peringatan kepada kita akan marabahaya yang mengancam diri kita. Guru Sejati akan mengarahkan kita agar terhindar dari malapetaka, dan bagaimana jalan keluar harus ditempuh. Karena Guru Sejati merupakan entitas zat atau energi kebaikan dari pancaran cahaya Illahi, maka Guru Sejati memiliki kewaskitaan luarbiasa. Guru Sejati sangat cermat mengidentifikasi masalah, dan memiliki ketepatan tinggi dalam mengambil keputusan dan jalan keluar. Biasanya Guru Sejati “bekerja” secara preventif antisipatif, membimbing kita agar supaya tidak melangkah menuju kepada hal-hal yang akan berujung pada kesengsaraan, malapetaka, atau musibah.

ANASIR ASING
Konsep tentang guru sejati sebagaimana ajaran Jawa, dapat ditelusuri melalui konsep sedulur papat lima pancer, dalam konsep pewayangan yang makna dan hakikatnya dapat dipelajari sebagaimana tokoh dalam Pendawa Lima (lihat dalam tulisan Pusaka Kalimasadha). Namun demikian, dalam perjalanannya mengalami pasang surut dan proses dialektika dengan anasir asing yakni; Hindu, Budha, Arab. Leluhur bangsa kita memiliki karakter selalu positif thinking, toleransi tinggi, andap asor. Sehingga nenek moyang kita, para leluhur yang masih peduli dengan kearifan lokal, secara arif dan bijaksana mereka tampil sebagai penyelaras sekaligus cagar kebudayaan Jawa. Setelah Islam masuk ke Nusantara, ajaran Kejawen mendapat anasir Arab dan terjadi sinkretisme, sedulur papat keblat kemudian diartikan pula sebagai empat macam nafsu manusia yakni nafsu lauwamah (biologis), amarah (angkara murka), supiyah (kenikmatan/birahi/psikologis), dan mutmainah (kemurnian dan kejujuran). Sedangkan ke lima yakni pancer diwujudkan dalam dimensi nafsu mulhimah (sebagai pengendali utama atau tali suh atas keempat nafsu sebelumnya. Konvergensi antara Kejawen dengan tradisi Arab disusunlah klasifikasi sifat-sifat nafsu jasadiah di atas dengan diaplikasikan ke dalam lambang aslinya yakni tokoh wayang; 1. Lauwamah = Dosomuko, 2. Amarah = Kumbokarno, 3. Supiyah = Sarpo Kenoko, 4. Mutma’inah = Gunawan Wibisono.


Rabu, 30 Januari 2013

Mistik Dari Kayu Timaha

Kayu Timaha merupakan kayu yang paling digemari dikalangan pecinta keris, terutama untuk bahan warangka keris dikalangan pecinta keris Yogyakarta, Madura dan Bali. Pohonnya bisa mencapai ketinggian 25m memiliki nama ilmiah Kleinhovia hospita ini mempunyai beberapa nama berbeda disetiap tempat, di Jawa Tengah bagian utara disebut kayu Kalomang, di Madiun disebut Kalomang, kadang disebut Timongo, di Bali disebut Purnama Sadha atau Timahan, orang Jawa Barat menyebutnya kayu Tengkele atau Tangkolo, di Sumbawa namanya kayu Barora sedang di Sumba disebut kayu Mundung.

Beberapa contoh Pelet yang timbul dari pohon Timaha :

1. PELET KENDHIT
pelet yang melingkar pada kayu dengan warna yang lebih gelap dari kayu asalnya dan kelihatan mengkilap seperti bara api. Pelet jenis iniberkhasiat membawa kebahagiaan, kemudahan, kekayaan dan melindungi diri dari bahaya dan penyakit bagi pemiliknya.

2. PELET TULAK
membentuk garis tebal dari atas kebawah dengan warna yang menkilap hitam/coklat tua dan gambar yang ditengah lebih menyala dari gambar yang lain, khasiatnya melindungi pemilik dari senjata tajam.

3. PELET PUDHAK SINUMPET
menyerupai pelet tulak hanya tidak mempunyai gambaran hitam, khasiatnya seperti pelet tulak.

4. PELET PULAS KEMBANG
pelet yang menyerupai awan ber-arak dan berkhasiat menolak bahaya dilaut dan sebagai penolak binatang buas disungai (buaya, ular dll).

5. PELET DHORENG
gambarnya seperti loreng harimau, berkhasiat pemiliknya menjadi angker/tegar dan disegani. Banyak dicari dengan harga cukup tinggi.

6. PELET NGAMAL
pelet dengan bentuk bintik-bintik besar (ceplok) dengan jarak sedikit  jarang satu sama lain. Khasiatnya memberikan kepuasan hidup dan selalu gembira.Pelet ini sedikit memilih dan hanya pejabat yang memakainya.

7. PELET PULAS GROBOH 
gambarnya bintik-bintik besar dan kecil. Khasiatnya hampir sama dengan pelet ngamal hanya tidak pemilih.

8. PELET BERAS WUTAH
bergambar titik-titik kecil merata pada seluruh kayu, khasiatnya untuk pengasihan (dicintai manusia dan binatang), banyak dicari dan mahal.

9. PELET NGIRIM (NGINGRIM) KEMBANG 
gambarnya berbentuk besar dan panjang, khasiatnya dihormati orang, dicintai lawan jenis dan biasanya dipakai oleh yang belum berkeluarga (bisa jejaka, duda).

10. PELET GANDRUNG
bentuknya bulat bulat dan tidak teratur dengan warna lebih mengkilat dan terang, pemiliknya hidup hemat dan cermat.

11. PELET CEPLOK KELOR
gambarannya bulat telur dan besar seperti daun kelor, khasiatnya memberi keselamatan pada pemilik.

12. PELET CEPLOK BANTHENG
pelet yang hampir menutup seluruh kayu tetapi masih terlihat disana-sini kayu aslinya. Pemiliknya akan selalu dalam keadaan sehat wal-afiat.

13. PELET SEGARA WINOTAN
pelet yang terdiri dari satu, dua, tiga bintik-bintik yang teratur. Khasiatnya dihormati setiap orang dan pelet ini pemilih, hanya pejabat tinggi yang pantas memakainya.

14. PELET GANA
pelet yang bergambar seperti batu arca, khasiatnya memberi kesejahteraan dan menghimpun semua kebaikan dan kebahagiaan. Dulu hanya dipakai raja atau pejabat tertinggi.

15. PELET SEMBUR
pelet dengan gambar titik-titik kecil tersebar diseluruh permukaan kayu,khasiatnya dapat menundukan manusia atau binatang, menghindarkan kemarahan orang lain dan umumnya pelet ini mempunyai kekuatan gaib.

16. PELET NYERAT
jenis ini bergambar garis-garis tipis seperti gambar pada marmer,kadang seperti hurup/tulisan. Khasiatnya pemiliknya dapat hidup mandiri, percaya diri dan selalu beruntung serta jaya, dalam berusaha selalu berhasil.

17. PELET DEWADARU
seperti pelet nyerat, hanya garisnya lebih tebal dan tajam sehingga kadang-kadang sulit membedakan dengan pelet nyerat. Khasiatnya melindungi 


Selasa, 29 Januari 2013

Mengolah Guru Sejati

Guru Sejati yakni rahsa sejati; meretas ke dalam sukma sejati, atau sukma suci, kira-kira sepadan dengan makna roh kudus (ruhul kudus/ruh al quds). Kita mendayagunakan Guru Sejati kita dengan cara mengarahkan kekuatan metafisik sedulur papat (dalam lingkup mikrokosmos)  untuk selalu waspada dan jangan sampai tunduk oleh hawa nafsu. Bersamaan menyatukan kekuatan mikrokosmos dengan kekuatan makrokosmos yakni papat keblat alam semesta yang berupa energi alam dari empat arah mata angin, lantas melebur ke dalam kekuatan pancer yang bersifat transenden (Tuhan Yang Mahakuasa). Setiap orang bisa bertemu Guru Sejatinya, dengan syarat kita dapat menguasai hawa nafsu negatif; nafsu lauwamah (nafsu serakah; makan, minum, kebutuhan ragawi), amarah (nafsu angkara murka), supiyah (mengejar kenikmatan duniawi) dan mengapai nafsu positif dalam sukma sejati (al mutmainah). Sehingga jasad dan nafs/hawa nafsu lah yang harus mengikuti kehendak sukma sejati untuk menyamakan frekuensinya dengan gelombang Yang Maha Suci. Sukma menjadi suci tatkala sukma kita sesuai dengan karakter dan sifat hakekat gelombang Dzat Yang Maha Suci, yang telah meretas ke dalam sifat hakekat Guru Sejati. Yakni sifat-sifat Sang Khaliq yang (minimal) meliputi 20 sifat. Peleburan ini dalam terminologi Jawa disebut manunggaling kawula-Gusti.

Tradisi Jawa mengajarkan tatacara membangun sukma sejati dengan cara ‘manunggaling kawula Gusti’ atau penyatuan/penyamaan sifat hakikat makhluk dengan Sang Pencipta (wahdatul wujud). Sebagaimana makna warangka manjing curiga; manusia masuk kedalam diri “Tuhan”, ibarat Arya Sena masuk kedalam tubuh Dewaruci. Atau sebaliknya, Tuhan menitis ke dalam diri manusia; curigo manjing warongko, laksana Dewa Wishnu menitis ke dalam diri Prabu Kreshna.

Sebagai upaya manunggaling kawula gusti, segenap upaya awal dapat dilakukan seperti melalui ritual mesu budi, maladihening, tarak brata, tapa brata, puja brata, bangun di dalam tidur, sembahyang di dalam bekerja. Tujuannya agar supaya mencapai tataran hakekat yakni dengan meninggalkan nafsul lauwamah, amarah, supiyah, dan menggapai nafsul mutmainah. Kejawen mengajarkan bahwa sepanjang hidup manusia hendaknya laksana berada dalam “bulan suci Ramadhan”. Artinya, semangat dan kegigihan melakukan kebaikan, membelenggu setan (hawa nafsu) hendaknya dilakukan sepanjang hidupnya, jangan hanya sebulan dalam setahun. Selesai puasa lantas lepas kendali lagi. Pencapaian hidup manusia pada tataran tarekat dan hakikat secara intensif akan mendapat hadiah berupa kesucian ilmu makrifat. Suatu saat nanti, jika Tuhan telah menetapkan kehendakNya, manusia dapat ‘menyelam’ ke dalam tataran tertinggi yakni makna kodratullah. Yakni substansi dari manunggaling kawula gusti sebagai ajaran paling mendasar dalam ilmu Kejawen khususnya dalam anasir ajaran Syeh Siti Jenar. Manunggling Kawula Gusti = bersatunya Dzat Pencipta ke dalam diri mahluk. Pancaran Dzat telah bersemayan menerangi ke dalam Guru Sejati, sukma sejati.



Senin, 28 Januari 2013

Ajian Gelap Ngampar

Karena mengambil kekuatan dari petir yang menyambar, maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya ajian yang satu ini. Gajah Mada. Tak banyak tokoh yang hidup seperti dirinya. Ia tercatat sebagai sosok yang pernah hidup dalam tiga zaman. Bahkan pada zamannya, ia telah mengumandangkan sebuah Sumpah Suci dan berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan Nusantara. Itulah Mahapatih Gajah Mada, manusia pilihan yang mendampingi Raja Hayam Wuruk dan berhasil membawa bendera gula kelapa melanglang jagad.

Menurut penilaian beberapa tokoh sepuh, salah satu aji kesaktian yang dimiliki nyaris sempurna oleh Gajah Mada adalah Aji Gelap Ngampar. Secara harfiah, kata "gelap" dalam bahasa Jawa memiliki arti petir, halilintar, guruh atau kilat. Sedangkan "ngampar" berarti menyambar. Dengan begitu, maka kata "gelap ngampar" memiliki arti petir yang menyambar.

Di kalangan para sepuh yang gemar menggeluti ilmu kadigdayaan, Aji Gelap Ngampar tergolong sebagai salah satu ilmu tingkat tinggi yang dirahasiakan. Tidak boleh untuk main-main. konon, jika ilmu disalurkan lewat suara, maka yang mendengar bentakannya akan langsung tuli. Dan bila ajian ini dibaca di tengah-tengah riuhnya peperangan, siapapun yang mendengar teriakan dari pemilik ajian ini akan langsung bersimpuh menyerah atau melarikan diri.

Sedang bila ajian ini disalurkan lewat telapak tangan, maka tubuh yang terkena pukulannya akan centang perenang bak tersambar petir. Memang, sungguh tak terbayangkan kedahsyatan dajian ini. Seolah sudah menjadi suratan alam, pada zamannya, ajian ini hanya dimiliki oleh para Senopati. Konon, Raden Ronggo, putra Panembahan Senopati yang merupakan pendiri dan sekaligus Raja Pertama kerajaan Mataram, adalah salah satu pewaris dari ilmu kadigdayaan yang legendaris ini.



Pesugihan Tukar Janin

Salah satu metode pesugihan yang sangat langka, bukan menumbalkan janin seperti anggapan banyak orang! bukan aborsi yang membahayakan nyawa! Tukar janin adalah suatu prosesi pemindahan janin tersebut untuk diberikan kebangsa jin perempuan yang menginginkan keturunan.

Ada pula yang menyebut ritual MT (Meteng Tembean) karena persyaratannya hanya bisa dilakukan oleh perempuan yang hamil pertama maka dikenal dengan Meteng Tembean. Dengan cacatan pelaku harus ikhlas melepas janinnya,biasanya ini korban dari hasil hubungan diluar nikah, dan kebanyakan pelaku ritual ini kekasih yang menghamili tidak bertanggung jawab.

Dalam prosesinya jika wanita itu berhasil negosiasi dan anaknya di ikhlaskan untuk mereka(bangsa jin) rawat sebagai anaknya dengan catatan pantangannya tidak boleh diharap-harap lagi, maka bangsa jin tersebut akan memberikan imbalan berupa uang/perhiasan sebagai tanda keikhlasan pelaku ritual tersebut. Mengenai nominalnya itu juga tergantung rezekinya si jabang bayinya,mungkin diukur besar/kecilnya berdasarkan weton si pelaku ritual. Prosesi Ritual Pesugihan ini dengan tujuan menolong dan tidak adanya resiko asal perjanjian tersebut ditepati.

Pesugihan Tukat Guling

Pesugihan Tukar Guling ini yang paling banyak diminati orang, karena wadal/tumbal bisa orang yang dibenci alias musuh bebuyutan sipelaku. Karena yang dijadikan anggunan itu musuh maka dikenal dengan JM (Jual Musuh), prosesi ritualnya setelah pelaku menjalankan penayuhan/mendapat petunjuk ghaib maka dia wajib ritual pati geni sehari semalam untuk transaksi dengan ghaibnya Sang Penguasa Gua Susuh Angin.

Ritual ini sebenarnya paling simpel namun butuh nyali yang besar, karena star mulai dari awal sampai akhir itu dijalani sendiri, jadi tidak ada namanya rekayasa sebab tugas kuncen hanya membukakan gerbang untuk menghubungkan antara pelaku dan ghaibnya. Asal pelaku menuruti tuntunan kuncen dan menjalankan dengan sungguh-sungguh tentunya kesuksesan yang bakal dia raih. Banyak orang mundur lantaran nyalinya ciut, namun jika orang kepepet dan dendam dengan orang yang menyakiti tentunya keberanian akan timbul.

Pesugihan Tukar Bojo

Banyak orang yang salah artian bahwa Tukar Guling itu sama dengan Tukar Bojo, sebenarnya cuma beda artian bahwa Tukar Bojo yang ditumbalkan adalah suami/istri yang menyeleweng mengkianatinya, maka disebut pula Tutup Garwo (Tutup=Mati dan Garwo=Sigarane Nyowo). Pelaku ini biasanya menjalankan karena jengkel dengan tindakan pasangannya yang menyeleweng bahkan tidak bertanggung jawab dengan keluarganya, tega menyakiti /menyiksa /dsb. Karena sudah mentok biasanya si pelaku tega menutup (menumbalkan) bojonya, cerai mati tapi meninggalkan harta buat keluarga dengan ditumbalkan dengan bangsa jin.

Minggu, 27 Januari 2013

Mistik Rotan Poleng

Batang rotan yang poleng (bintik hitam) dipercaya bertuah membuat orang kuat berjalan jauh, karenanya dicari untuk dibuat tongkat. Begitu juga dengan rotan pethuk, artinya dua ruas yang saling berhadapan, dipercaya memiliki daya gaib, diantaranya bisa menghilang, kebal terhadap senjata tajam dan menghalau unsur jahat.

Menurut cerita Pangeran Mangkubumi pernah diberi rotan pethuk dan apabila diajunkan maka musuhnya seakan melihat orang dalam jumlah banyak sehingga melarikan diri.



Sabtu, 26 Januari 2013

Aji Suket Kalanjana

Aji suket kalanjana adalah ilmu yang tercipta dari pengaruh islam dan aliran kepercayaan masyarakat jawa-sunda. Ajian ini pernah dikuasi oleh Prabu Kean Santang (putra Prabu Siliwangi) dan Syeh Siti Jenar. Ajian ini merupakan ilmu yang sangat tinggi dan untuk mendapatkannya pun tidak mudah karena harus punya niat yang baik dan tekad yang membaja. Konon ajian ini merupakan ajian yang langka dikuasai orang. Ia termasuk tingkatan paling tinggi diantara ilmu kejawen lainnya. Namun begitu, mereka yang menginginkan ajian ini bisa saja mendapatkannya tentu dengan laku tirakat dan tahu kunci amalan rahasianya.

Ajian ini awalnya merupakan ilmu terawangan alam gaib, dan kemudian berkembang sebagai ilmu yang dapat digunakan untuk meraga sukma dan menggerakan benda tanpa menyentuh (telekinetik). Intinya berfungsi mengaktifkan seluruh panca indera. Bereaksi terhadap gejala alam, baik alam sadar maupun alam mimpi. Versi para guru spiritual yang menguasainya menyebut ajian ini merupakan ilmu yang didasarkan pada gerakan rumput tertiup angin. Ia bisa bergerak kemana saja, tapi tetap pada tempatnya semula. Artinya, orang yang menguasai ilmu ini bisa memasuki dimensi gaib atau berada di alam lain tapi jasadnya tetap pada tempatnya.

Adapun legenda ajian suket kalanjana ini terdapat berbagai versi. Diyakini ajian ini sudah adal sebelum islam masuk ke tanah jawa. Sumber kontroversinya mengatakan ajian ini ada ketika islam masuk ke tanah pasundan. Tepatnya pada pemerintahan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Dan konon, dari sinilah ajian ini bermula.

Pada masa itu memang pengaruh islam di kerajaan pajajaran belum meluas, sehingga ilmu-ilmu kesaktian para pendekan jaman pajajaran merupakan ilmu yang tiada banding dan banyak jenisnya. Ada yang mampu terbang, menghilang dll.

Mitos yang berkaitan dengan kegaiban pun terbukti. Misal, sampai kini makam prabu siliwangi tidak pernah ditemukan. Itu sebabnya masyarakat pasundan mempercayai bahwa prabu siliwangi moksa (menghilang) dari bumi dan berubah wujud menjadi harimau. Hal ini bisa dilacak dari cerita rakyat garut. Konon prabu siliwangi tidak mau masuk islam. Ia lebih baik keluar dari keraton daripada mengikuti ajakan prabu kean santang, anaknya untuk masuk agama islam.

Prabu siliwangi akhirnya lari menuju hutan sancang. Maka untuk menjaga hal-hal yang akan terjadi prabu kean santang membendung larinya prabu siliwangi beserta pengikutnya yang  telah menjadi harimau. Dan harimau jejadian itu kemudian digiring menuju sebuah gua di pantai selatan kawasan hutan sancang, garut selatan. Ketika itulah prabu kean santang mengerahkan aji suket kalanjana dan berhasil mengalahkan ayahnya yang juga terkenal sakti itu. Kemudian prabu siliwangi akhirnya mendapat hidayah dari Allah dan masuk islam.

Namun sampai sekarang ilmu sakti ini mengalami perkembangan seiring banyaknya minat kalangan keraton pajajaran menuntut ilmu. Dan prabu kean santang adalah orang yang paling suka mempelajari segala macam ilmu agama, kesatriaan maupun ilmu gaib.

Menurut versi lain, aji suket kalanjana juga dimiliki oleh syeh dari tanah jawa. Dari syeh inilah ajian diturunkan kepada murid-muridnya. Syeh ini dikenal dengan sebuatn syeh lemah abang alias syeh siti jenar. Pada masa mudanya, siti jenar juga mendalami ilmu kebatinan. Setelah mendalami bidang agama melalui Syarif Hidayatullah atau sunan gunung jati, semakin bertambah tinggilah ilmu kesaktiannya. Tidak heran jiak banyak pemuda berguru kepada syeh siti jenar.

Ajian suket kalanjana dapat dikuasai siapa saja sepanjang orang tersebut mampu mensucikan dirinya dan mampu melakoni apa yang dipersyaratkan, antara lain harus mampu menjalani puasa 40 hari dan makan hanya boleh dilakukan jam 12 malam. Selain itu juga harus ngrowot (hanya makan umbi-umbian) dan tidak boleh makan jenis lainnya selama 40 hari. Hal lain yang harus dilakukan adalah menjalankan tapa kungkum (berendam) di dalam suangi selama 7 malam berturu-turut, dan yang paling berat harus pati geni yaitu tidak makan,minum,tidur dan bersemedi di ruang gelap selama 7 hari 7 malam. Selama ritual itu pula harus membaca mantra khusus yang harus dihapalnya. Bila ingin melihat alam gaib, mantra ini dibaca tiga kali sambil membuka telapak tangan lalu diusap ke mata.



Jumat, 25 Januari 2013

Cara Menetralkan Lokasi Berhantu

Untuk mengetahui suatu tempat yang berhantu di sekitar kita, harus beresonisasi dengan getaran yang di miliki mahkluk halus tersebut, Cara ini juga di gunakan mahkluk halus tersebut untuk berkomunikasi dengan manusia.

Meski demikian, orang awam pun ternyata juga bisa menangkap tanda-tanda adanya mahkluk halus di lokasi atau tempat tertentu, sebab pada dasarnya manusia telah di bekali sensor atau  instrument yang bisa menangkap getaran mahkluk halus, contohnya  nyata dari alat ini adalah munculnya perasaan takut dengan tanda bulu kuduk berdiri ketika melewati tempat-tempat yang ada hantunya.

Bagi orang awam, cara paling mudah untuk mendeteksi apakah sebuah tempat ada hantu atau mahkluk halus apa tidak, Caranya adalah sebagai berikut :

1 .Merasakan merinding tanpa sebab ketika melewati atau melintas di lokasi tertentu, Ini bisa di katakan jika memang ada sesuatu  yang tidak beres dengan lokasi atau tempat tersebut

2 .Bila tengah melewati tempat tertentu kemudian mencium aroma yang kurang lazim, ini bisa di kategorikan sebagai tanda-tanda  jika tempat tersebut berhantu, aroma bau-bauan itu seperti, bau bangkai- bau rebusan ubi- bau wangi seperti minyak duyung dan bau prengus seperti kerbau.

3. Kadang seolah-olah ada orang yang memanggil nama kita dan ketika kita lihat tidak ada siapa-siapa,dan anda merasa agak aneh dengan ke adaan demikian dan menciutkan nyali.

4 .Atau di sebuah tempat yang sunyi atau di suatu lokasi anda seperti disentuh namun tidak tampak.

5. Saat tertidur,anda seperti di datangi sosok yang mengerikan,atau tubuh kita seolah di himpit beban yang berat,serta mimpi-mimpi menakutkan,antara sadar dan tidak.

Dan bila memang ke adaan di lokasi tempat anda menemukan keganjilan seperti itu atau rumah yang anda huni ada gejala gejala demikian, cara yang paling mudah adalah dengan membuat hal yang tidak di sukai mahkluk halus tersebut, hal-hal yang tidak di sukai nya adalah sinar yang terang, atau tempat tersebut di beri lampu, suasana yang bersih dan religius dan bau kulit jeruk. Demikian, Semoga ada manfaatnya.


Kamis, 24 Januari 2013

Tuah Kayu Cendana

Aslinya berwarna kuning agak kemerahan, berbau wangi, kayu ini diyakini bertuah didekati arwah leluhur, jangan membawa pusaka yang berwarangka Cendana bilamana menengok orang sakit karena dipercaya dapat mempercepat ajalnya. Tosan aji yang diberi warangka Cendana akan berbau harum dan lebih awet.




Senin, 14 Januari 2013

Mistik Kayu Eboni

Kayu berwarna hitam atau kelabu berserat serat hitam. Kayu ini, khususnya yang hitam seluruhnya, bertuah menangkal roh jahat dan menciptakan suasana ketentraman. Ruang tamu yang diberi hiasan kayu ebony akan terasa teduh dan damai sehingga kerasan tinggal diruang tersebut.


Minggu, 13 Januari 2013

Ilmu Kesaktian Sejati

Kesimpulan dari semua itu, Kejawen merupakan ilmu metafisika yang transenden dan bersifat terapan. Perilaku mistik merupakan upaya yang ditempuh manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan YME. Mendekatkan diri, atau upaya manunggal jati diri dengan kehendak Tuhan (sumarah). Sikap sumarah merupakan wujud dari sikap manembah kepada Tuhan YME. Sikap manembah inilah yang menjadi pedoman utama dalam menghayati mistik Kejawen. Muara dari perjalanan spiritual pelaku mistik Kejawen, tidak lain untuk menemukan “lautan” rahmat Tuhan, berupa manunggaling kawula kalawan Gusti, atau sifat roroning atunggil (dwi tunggal). Eneng ening untuk masuk ke alam sunya ruri. Meraih nibbana menggapai nirvana, jalan wushul menuju wahdatul wujud. Dengan pencapaian pamoring kawula-Gusti, akan menciptakan ketenangan batin sekalipun menghadapai situasi dan kondisi yang sangat gawat. 

Karena antara manusia sebagai mahluk dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta terjadi titik temu yang harmonis. Batin manusia selalu tersambung dengan getaran energi Tuhan, menjadi dasar atas segala tindakan yang dilakukannya. Atau disitilahkan sebagai sesotya manjing embanan, ing batin amengku lair. Sesotya adalah ungkapan yang mengandikan Tuhan bagaikan permata yang tiada taranya. “Permata” yang menyatu ke dalam embanan. Embanan sebagai ungkapan dari jasad manusia. Tuhan yang bersemayam di dalam batin (immanen), melimputi seluruh yang ada “being” di dunia ini. Jika manusia berhasil manembah, otomatis ia akan menjadi manusia yang sekti mandraguna. Kesaktian sejati, bukan berasal dari usaha yang instan hanya dengan rapal wirid semalam suntuk, atau membeli dengan mahar.

Namun kesaktian itu diperoleh seseorang apabila berhasil menghayati sesotya manjing embanan, ing batin amengku lair. Seseorang selalu manembah dalam setiap perbuatannya. Cirikhas orang yang kesaktiannya berkat manembah (kesaktian sejati/ilmu putih) apabila perilaku dan perbuatan sehari-harinya selalu sinergis dengan sifating Gusti; Welas tanpa alis (kebaikan tanpa pamrih jasad/nafsu/duniawi), tidak menyakiti hati, tidak mencelakai, dan merugikan orang lain. Dilakukan dalam kurun waktu lama, tidak angin-anginan atau plin-plan, dilakukan secara konsisten, teguh, dan penuh ketulusan serta kasih sayang tanpa pilih kasih.


Sabtu, 12 Januari 2013

Kisah Pesugihan Tumbal Hewan

Apa jadinya bila anak sendiri dijadikan tumbal iblis untuk memperoleh kekayaan di muka bumi ini. Kehidupan yang sulit, susah mencari kerja, patah semangat, ingin mendapat harta secara instan kadang membuat orang gelap mata. Kita seharusnya tahu bahwa apapun di dunia ini ada yang mengatur, Tuhan selalu menjaga setiap makhluknya untuk dapat hidup layak. Akan tetapi apa yang dilakukan Rusdi (nama samaran) bertolak belakang dari perintah dan kehendak yang Maha Kuasa.

Semua berawal dari gagalnya usaha Rusdi mencari pekerjaan, tanpa bekal pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki akan sulit mendapat pekerjaan sesuai yang diharapkan. Sudah beberapa kali Rusdi membuka usaha, akan tetapi selalu gagal dan gagal, mungkin yang membuat gagal karena dirinya hobi judi, setiap mendapat rezeki sedikit saja selalu mencari tempat berjudi. Sekeras apapun usaha yang dilakukan Rusdi, tidak dapat menolong dirinya, judi sudah menjadi bagian dari hidupnya. Semua tahu, judi dilarang, akan tetapi tetap saja secara sembunyi- sembunyi Rusdi melakukannya. Alhasil, yang didapat tak lain adalah hancurnya keluarga, harapan dan cita-cita untuk hidup normal seperti kebanyakan orang lainnya.

Dengan rasa gontai ditelusurinya pematang sawah, Rusdi tidak menyadarinya, semua bisa begini karena akibat hobi judinya. “Apapun akan aku lakukan asal dapat uang,” Rusdi berbicara sendiri.

Sementara itu istri Rusdi dan anaknya yang masih berumur 3,5 tahun bingung, sudah dua hari Rusdi tidak pulang rumah. Beberapa penagih utang berdatangan di rumahnya, kadang orang menagih sambil marah-marah, karena sudah lama utang tak terbayar. Rasa bersalah dan takut dirasakan istri Rusdi. Sementara itu Rusdi masuk hutan mendatangi makam yang ada di tengah hutan.

Menurut kabar angin, yang di makam di dalam hutan itu dulunya selama masih hidup adalah seorang dukun jahat yang suka mencelakai orang lain, kejahatanya sudah menjadi ceritera turun menurun di kampung tersebut. Di atas makam itu berdiri pohon yang sangat besar, menaungi siapa saja yang di bawahnya.

Rasa lelah membuat Rusdi tertidur di antara akar-akar pohon, dalam tidurnya Rusdi bermimpi, bertemu dengan perempuan yang sangat cantik, perempuan itu sanggup memberikan apa saja kepada Rusdi, tetapi dengan dua syarat, yang pertama Rusdi harus mau merawat seekor kucing hitam dan harus tidur bersama kucing itu, syarat yang kedua Rusdi harus mempersembahkan anak tunggalnya untuk korban kepada penunggu makam tua itu. Tanpa pikir panjang Rusdi pun menyanggupinya. “Aku sanggup..! aku sanggup..! aku sanggup..!”,Rusdi berteriak, bersamaan itu terbangunlah dia dari tidurnya.

Di depannya seekor kucing hitam memperhatikan dirinya. “Nyai, aku akan melakukan apa saja, asalkan aku dapat kaya raya nyai,” Rusdi berteriak –teriak. Tanpa diduga secepat kilat kucing hitam telah melompat dalam pangkuannya, diam sambil menjilat-jilat tangan Rusdi. “Pulanglah Rusdi, anak istrimu sudah menunggumu, mulai saat ini engkau menjadi abdiku, apapun yang engkau inginkan akan aku kabulkan, tapi ingat, sekali saja engkau menyia-nyiakan kucing itu, aku akan mengambil nyawamu,” terdengar suara di antara pohon besar itu. “Baiklah, akan aku rawat kucing ini, seperti merawat diriku sendiri,” sela Rusdi.

Sementara itu di rumah Rusdi sudah berkumpul banyak orang, istri Rusdi menangis sejadi-jadinya. Anak tunggalnya meninggal tanpa sebab yang jelas. Beberapa tetangga berdatangan dan mempersiapkan perlengkapan pemakaman, orang yang hadir di tempat tersebut berbisik-bisik menanyakan keberadaan Rusdi. “Bapak apa itu, sudah beberapa hari tidak tidur di rumah,” timpal warga. “Memang Pak Rusdi itu orang tua yang tidak bertanggung jawab, tahunya hanya judi melulu,” terdengar suara ibu yang lain.

Dalam perjalanan pulang, Rusdi dibuat binggung, beberapa orang menyongsong kedatangannya, bahkan ada yang mengatakan dirinya harus sabar dan tawakal menghadapi cobaan. Dilihatnya rumahnya telah dipenuhi tetangga-tetangganya. “Ada apa ini,” suaranya lirih. Begitu melihat anaknya telah tiada, rasa sedih tak tertahankan. Dalam hati Rusdi mengaku, bahwa kematian anaknya adalah akibat perjanjiannya dengan penunggu pohon di tengah hutan itu.

Beberapa bulan kemudian perekonomian Rusdi melonjak dengan sangat cepat, rumah yang dulunya dari papan kini berubah menjadi gedung yang sangat megah dengan tembok yang dikelilingi pagar. Tampak dua buah mobil terparkir di serambi rumah, baju yang dulunya kumal berubah menjadi jas yang selalu berganti-ganti. Di rumah Rusdi juga terdapat ruangan khusus untuk menempatkan sesajian yang diperuntukkan kepada kucing hitam yang dia bawa dari hutan. Segala yang diinginkan keluarga ini tercapai sudah, uang tidak menjadi masalah.

Apa yang didapat Rusdi secara cepat, membuat para tetangganya menaruh curiga, apalagi Rusdi tidak punya pekerjaan tetap, yang lebih menyedihkan lagi di malam–malam tertentu sering terdengar anak kecil memanggil–manggil nama Rusdi, siapa lagi kalau bukan anaknya yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu.

Melihat hal yang janggal itu, atas kesepakatan warga yang lain dilaporkan kepada kepala desa setempat. Mendapat laporan dari warganya, lurah desa Burhadi menyatakan kepada warganya untuk tidak terlalu berprasangka buruk dulu dan diharapkan warga tenang, dia akan menyelidiki apakah yang dilakukakan keluarga Rusdi keluar dari kaidah agama.

Walaupun Rusdi berusaha menutupi perbuatan maksiatnya, tetap saja beberapa tetangganya mengetahuinya. Sepandai- pandai tupai melompat akhirnya jatuh jua. Diam–diam beberapa warga memperhatikan setiap langkah yang diperbuat Rusdi. Melalui pembantunya apa yang telah diperbuat Rusdi mulai terkuak. “Benar Pak Lurah, juragan saya itu kalau makan dan tidur bersama kucing hitam, dan ada satu kamar yang khusus digunakan untuk sesaji, tidak boleh siapapun masuk kamar pribadi itu,” tutur pembantu Rusdi.

Akan tetapi sebelum Lurah dan warga desa bertindak, terdengar khabar bahwa juragan Rusdi meninggal digigit binatang buas. Banyak orang yang tidak percaya, di desa tersebut tidak ada binatang buas yang ada hanya hewan sebangsa anjing, kucing peliharaan pendududk desa.

Berita meninggalnya juragan Rusdi cepat tersebar luas di kampung tersebut, beberapa orang bertanya–tanya, apa penyebab juragan yang kaya raya itu meninggal.

Dua hari setelah pemakaman Rusdi, Miarsih, istri Rusdi mendatangi lurah desanya. “Ampun Pak Lurah, suami saya meninggal saya penyebabnya, itu semua terjadi karena suami saya telah tega mengorbankan anaknya untuk tumbal mencari kekayaan. Kucing hitam yang ada di rumah saya itu yang membuat suami saya berbuat begitu. Terpaksa saya pukul dengan balok kayu hingga mati, akan tetapi ternyata matinya kucing itu membawa nyawa bagi suami saya,” tutur Miarsih istri Rusdi.

Mendengar keterangan itu, Kepala desa tidak dapat berbuat apa-apa. Apa yang diperbuat Rusdi telah mendapat ganjarannya. Dari kejadian itu dapat menjadikan contoh warga desa yang lain, bahwa apa yang didapat dari yang tidak wajar, hanya membawa kesenangan sesaat dan berakhir penyesalan berkepanjangan.

Para tetangga Rusdi di hari-hari tertentu sering mendengar suara Rusdi sedang menangis minta tolong, tangisan Rusdi menyayat hati, minta ampun pada anak dan istrinya. Tetapi kejadian itu sudah menjadi kisah bagi warga desa. Kini Rusdi tinggal mempertanggungjawabkan perbuatanya selama hidup di dunia di hadapan-Nya.

Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan. Dituturkan Oleh M Karno (51) kepada Penulis.


Jumat, 11 Januari 2013

Hal Yang Berbeda Dalam Mistik Kejawen

1. Kejawen tentu saja tidak memiliki kitab suci sebagaimana layaknya semua agama-agama yang ada. Karena Kejawen bukanlah agama melainkan pandangan hidup yang sudah turun temurun ribuan tahun, melalui proses asimilasi dan sinkretisme dengan nilai-nilai agama yang pernah ada di bumi nusantara. “Kitab Suci” Kejawen adalah hidup itu sendiri. Hidup yang meliputi jagad gumelar. Terdiri dari kehidupan sehari-hari, kesejati di dalam diri, dan apa yang ada di dalam lingkungan alam sekitarnya. Semua itu disebut sebagai “kitab satra jendra”. Cara membacanya bukan dengan ucapan lisan, melainkan dengan perangkat ngelmu titen yang berlangsung turun-temurun. Membaca “kitab sastra jendra” dengan menggunakan gelmu titen, indera yang digunakan adalah indera keenam (six-sense) atau indera batin. Keberhasilannya ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam mengolah rahsa-pangrasa yakni rasajati atau rahsa sejati.

2. Di samping nilai-nilai kearifan local yang adiluhung, Kejawen menjadikan nilai-nilai “impor” yang dinilai berkualitas sebagai bahan baku yang dapat diramu dengan nilai kearifan local. Keuntungannya justru terjadi proses penyempurnaan seperangkat nilai dalam pandangan hidup Jawa atau Kejawen. Jika definisikan, mistik kejawen merupakan hasil dari interaksi nilai-nilai kearifan local yang terjadi sejak zaman kuno pada masa kebudayaan spiritual animisme, dinamisme, dan monotesime hingga saat ini. Sikap terbuka, menghargai dan toleransi, serta dasar spiritual cinta kasih sayang membuat Kejawen mudah menerima anasir asing yang positif. Berbeda dengan nilai agama yang bersifat statis, kaku atau saklek dan anti-perubahan, nilai-nilai dalam falsafah hidup Jawa bersifat fleksibel dan selalu berusaha mengolah nilai-nilai kebudayaan asing yang masuk ke nusantara misalnya Budha, Hindu, Islam, Kristen, dan sebagainya. Yang terjadi bukanlah kebangkrutan nilai-nilai falsafah Jawa itu sendiri, sebaliknya justru mengalami penyempurnaan seiring perjalanan waktu. Hingga terdapat anekdor, kalau nilai agama masuk sampai mendarah- daging, pandangan hidup Jawa bahkan mbalung-sungsum sehingga tidak pernah lapuk dan selalu eksis. Tidak hanya pada usia tua, bahkan masyarakat usia muda banyak pula yang diam-diam menghayati dan mengakui fleksibilitas dan kedalaman falsafah Kejawen. Seperti kekuatan misterius, terkadang semangat penghayatan dirasakan tiba-tiba muncul dengan sendirinya seperti panggilan darah.

3. Ritual, yang dilakukan oleh penghayat falsafah hidup Jawa. Walaupun latar belakang keagamaan masyarakat Jawa berbeda-beda, namun memiliki unsur kesamaan dalam tata laksana ritual Jawaisme. Bedanya hanyalah pada bahasa yang digunakan dalam doa atau mantra. Namun hakekat dari ritual adalah sama saja yakni bertujuan untuk selamatan. Selamatan adalah tata laku untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan yang Mahasuci. Maka dalam ritual banyak terdapat ubo rampe, atau syarat-syarat sesaji, di dalamnya banyak sekali mengandung maksud permohonan doa kepada Tuhan YME. Misalnya pada saat bulan Ruwah merupakan bulan arwah dilaksanakan acara selamatan nyadran. Bulan ruwah tepatnya satu bulan menjelang bulan puasa, hendaknya orang memuliakan para arwah leluhurnya, mendoakannya agar mendapat tempat yang mulia, luhur, dan suci. Dibuatlah ketan, kolak dan kue apem, berarti sedaya kalepatan nyuwun pangapunten. Mohon ampunan atas segala kesalahan semasa hidup. Apem berarti affuwwun, adalah lambang permohonan ampunan kepada Tuhan. Dilanjutkan acara nyekar atau ziarah dan gotong royong bersih-bersih serta merawat makam para leluhurnya sebagai wujud tindakan nyata rasa berbakti dan memuliakan pepundennya yakni para leluhurnya. Karena bagi masyarakat mistik Jawa, berbakti kepada orang tua, dilakukan tidak saja selama masih hidup, namun saat sudah meninggal dunia pun anak turun tetap harus berbakti padanya. Tidak ketinggalan pula acara bersih desa, sungai, hutan, sawah, ladang, sebagai bentuk kesadaran diri untuk selalu menghargai alam semesta sebagai anugrah terindah Tuhan yang Mahapemurah.

4.   Istilah ritual seringkali diartikan secara kurang proporsional, dianggap hanya sekedar menjadi basa-basi tradisi yang irasional. Kadang malah dianggap pula sebagai kegiatan buang-buang waktu, beaya dan tenaga alias mubazir. Secara ekstrim ritual dikonotasikan sebagai kegiatan yang melenceng dari kaidah atau norma agama. Tuduhan itu sangat menyakitkan, karena tentunya hanya terucap oleh orang-orang yang tidak mampu memahami apa makna yang sesungguhnya dari mistik dan ritual. Padahal, ritual adalah tata laku yang melekat tidak bisa dipisahkan dari setiap agama, ajaran, tradisi dan budaya manapun di dunia ini. Dalam Budhisme dan Hinduisme, Islam, Yahudi, Nasrani, Kong Huchu, Sakura, dll banyak sekali terdapat berbagai ritual keagamaan. Mulai dari peringatan hari besar keagamaan hingga berbentuk tradisi agama. Bahkan masyarakat modern, tradisi Barat, masyarakat akademik, masyakarat medik, semua memiliki ritual-rutual khusus yang dutujukan untuk meraih kesuksesan termasuk keselamatan. Dalam masyarakat Jawa ritual selamatan atau slametan menjadi main stream penghayatan perilaku mistik Kejawen. Di dalamnya terdapat simbol-simbol atau perlambang berupa sesaji, mantera, ubo rampe, syarat-syarat tertentu. Semua ubo rampe sesaji mengandung makna yang dalam. Adalah keliru besar mengartikan makna sesaji sebagai pakan setan. Bagi masyarakat Jawa sangat mengenal bahwa “setan” atau makhluk halus bukan untuk diberi makan, tetapi harus diperlakukan secara adil dan bijaksana karena disadari bahwa mereka semua adalah makhluk ciptaan Tuhan juga. Manusia lantas tidak boleh bersikap negatif dan destruktif dengan mentang-mentang, semena-mena, takabur, arogan atau sombong kepada makhluk halus. Karena sikap negatif itu hanya akan membuat manusia jatuh pada derajat yang hina. Itulah keluhuran pandangan hidup manusia yang sering dituduh sebagai masyarakat engan kesadaran primitif dan tidak masuk akal.

5. Sesaji merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi baik secara vertikal maupun horisontal. Karena dasar dari mistik adalah tindakan nyata, sebagai konsekuensinya harus menghindari tabiat buruk tong kososng berbunyi nyaring, atau banyak mulut doang, tetapi enggan menghayati dalam perbuatan sehari-hari. Maka dalam berdoa pun tidak cukup diucapkan melalui mulut. Rasanya kurang afdhol atau kurang besar tekadnya dalam berdoa apabila tidak diwujudkan dalam berbagai simbol yang terdapat dalam sesaji. Misalnya; doa yang beragam hendaknya dilakukan secara tulus, suci, hati yang “putih bersih” tidak terpolusi nafsu duniawi, dan ditujukan hanya kepada Hyang Widhi atau Tuhan Yang Mahatunggal. Maka hal itu diwujudkan dalam bentuk tumpeng nasi putih berbentuk kerucut, besar di bawah, runcing di bagian atas. Bubur merah dan bubur putih dalam bancakan weton sebagai lambang ibu dan bapa. Hendaknya anak selalu ingat pada pengorbanan orang tua sejak ia di dalam kandungan ibu, lalu dilahirkan dan diasuh hingga dewasa dan mandiri. Bubur merah silang bubur putih, merupakan gambaran hubungan ibu dengan bapa diikat dengan tali cinta kasih yang tulus, sampai membuahkan anak sebagai anugrah buah cinta, dilambangkan dalam bubur baro-baro, yakni bubur putih ditumpangi parutan kelapa dan gula merah. Masih banyak lagi contoh yang dapat kita pelajari satu persatu maknanya secara esensial.


Kamis, 10 Januari 2013

Mistik Pesugihan Gunung Kemukus

Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Kawasan itu dikenal bukan karena keindahan alamnya. Ratusan bahkan ribuan dari berbagai kota datang ke sana hanya untuk berziarah dan ritual pesugihan. Pelaksanaan ritual sebenarnya bisa dilaksanakan setiap hari. Namun, terdapat hari-hari tertentu yang dipercaya membawa berkah tersendiri. Misalnya, saat malam Jumat Pon dan malam Satu Suro.

Lokasi utama yang dituju para peziarah adalah makam Pangeran Samudro dan para pengawalnya. Konon, Pangeran Samudro adalah seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit. Tapi ada pula yang menyebut dia dari zaman Pajang. Dia jatuh cinta kepada ibu tirinya, Dewi Ontrowulan. Ayahnya yang mengetahui hubungan anak-ibu itu menjadi murka. Pangeran Samudro lantas diusir. Dalam kenastapaannya, dia mencoba melupakan kesedihannya dengan melanglang buana. Akhirnya ia sampai ke Gunung
Kemukus.

Tak lama kemudian, sang ibu menyusul anaknya ke Gunung Kemukus untuk melepaskan kerinduan. Namun nahas, sebelum sempat berhubungan badan, penduduk sekitar memergokinya. Keduanya dirajam beramai-ramai hingga akhirnya tewas. Keduanya kemudian dikuburkan dalam satu liang lahat di gunung itu. Tapi menurut cerita, sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir Pangeran Samudro sempat meninggalkan sebuah pesan. Ia berujar,”siapa saja yang dapat melanjutkan hubungan suami-istrinya yang tidak sempat terlaksana itu akan terkabul semua permintaannya”.

Ada pula yang meyakini kuburan itu adalah milik Syeikh Siti Djenar. Dia dihukum para wali karena dianggap menyebarkan ajaran sesat. “Dia dieksekusi di situ,” kata KRHT Kresno Handayaningrat, tokoh budaya setempat.

Memang, tak ada catatan sejarah mengenai sosok Pangeran Samudro. Namun, mitos telah telanjur berkembang. Orang yang mengunjungi makam Sang Pangeran dipercaya memperoleh berkah, berupa jabatan dan harta kekayaan.

Tentu saja menjalankan ritual pesugihan di tempat itu adalah hak masing-masing peziarah. Sayangnya, ritual itu kemudian berkembang dengan bumbu seks bebas yang dilakoni sebagian peziarah. Lagi-lagi kegiatan menyimpang tersebut dipengaruhi mitos. Pangeran Samudero juga berbuat yang sama dengan ibu tirinya di sana.

Malam Jumat Pon. Para peziarah mulai bersiap untuk melakukan ritual pesugihan di Makam Pangeran Samudro. Sebelum memasuki arel makam, para peziarah harus mengunjungi Sendang Ontrowulan dan Sendang Taruno. Di sana, mereka membersihkan diri, seperti yang dilakukan Dewi Ontrowulan ketika akan menemui Pangeran Samudro.

Jika pembersihan diri telah dilaksanakan, para penziarah menemui kuncen Sendang. Mereka meminta restu dan mengutarakan permintaan sebelum mendatangi makam. Saat itu, sebagian peziarah membawa pasangan di luar nikah. Kelak, beberapa pasangan dadakan tersebut akan berhubungan seks yang dipercaya sebagai prasyarat ritual.

Lain lagi menurut Hasto Pratomo, juru kunci atau kuncen senior makam. “Tidak ada syarat tertentu hanya bawa bunga. Dengan panduan juru kunci kita berdoa. Tawassul atau tahlil supaya dapat barokah,” kata dia.

Kini, tiba saatnya bagi para peziarah untuk melaksanakan ritual di makam Pangeran Samudro. Tidak ada panduan resmi, bagaimana ritual harus dilakukan. Yang jelas, para peziarah harus menyampaikan maksud kedatangan dan mengutarakan permintaan yang diinginkan. Tentu saja, tidak semua peziarah melakukan seks bebas usai melakukan ritual di makam Sang Pangeran. Namun, tak sedikit di antara mereka melakukan hal itu.

Mitos tentang seks bebas sebagai prasyarat pesugihan di Gunung Kemukus akhirnya menyuburkan prostitusi. Para pekerja seks komersial menjadi teman kencan bagi para penziarah yang tidak mempunyai pasangan. Ini benar-benar sangat menyesat di dunia dan akhirat...!!

Misteri Tuhan Zat Tertinggi

WIRID PURBA JATI
Seluruh manusia, dalam benaknya memiliki rasa keingintahuan tentang wujud Tuhan. Maka lazim lah manusia membayangkan bagaimana gambaran keadaan Tuhan itu sebenarnya. Dalam beberapa agama samawi, menggambarkan keadaan Tuhan adalah “ranah terlarang” atau ruang lingkup yang musti dihindari, tidak menjadi pembahasan dengan obyek Dzat secara datail dan gamblang.

Dengan alasan bahwa Tuhan sebagai Dzat yang amat sangat sakral. Maka menggambarkan keadaan Dzat Tuhan pun manusia dianggap tidak akan mampu dan akan menemui kesalahan persepsi, yang dianggap beresiko dapat membelokkan pemahaman. Hal itu wajar karena menggambarkan Tuhan secara vulgar dapat mengakibatkan konsekuensi buruk. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi “pembendaan” Tuhan sebagai upaya manusia mengkonstruksi imajinasinya secara konkrit.

Maka atas alasan tersebut terdapat asumsi bahwa upaya manusia menggambarkan keadaan Tuhan denga cara apapun pasti salah. Namun demikian, lain halnya dengan agama-agama “bumi” dan ajaran atau kearifan-kearifan lokal yang berusaha menggambarkan keadaan Tuhan dengan cara arif dan hati-hati. Manusia berusaha menjelaskan secara logic dalam asas hierarchis, sesuai dengan kemampuan nalar, akal budi, dan hati nurani yang dimiliki manusia. Ditempuh melalui “laku” spiritual dan olah batin yang mendalam dan berat serta mengerahkan kemampuan akal budi (mesu budi).

PIJAKAN SASMITA

Dzat adalah mutlak, Jumenengnya Dzat Maha Wisesa kang Langgeng Ora Owah Gingsir, dalam bahasa Timteng lazimnya disebut Qadim, yang azali abadi. Kalimat ini mempunyai maksud berdirinya “sesuatu tanpa nama” yang ada, mandiri dan paling berkuasa,  mengatasi jagad raya sejak masih awang-uwung.

Di sebut maha kuasa artinya, Dzat yang tanpa wujud,  berada merasuk ke dalam energi hidup kita. Tetapi banyak yang tidak mengerti dan memahami, karena keber-ada-annya lebih-lebih samar, tanpa arah tanpa papan (gigiring punglu), tanpa teman, tanpa rupa, sepi dari bau, warna, rupa, bersifat elok, bukan laki-laki bukan perempuan, bukan banci.

Dzat dilambangkan sebagai “kombang anganjap ing tawang” kumbang hinggap di awang-awang, hakekatnya tersebutlah “latekyun”, oleh karena keadaan yang belum nyata. Artinya, hidup adalah sifat dari Hyang Mahasuci, menyusup, meliputi secara komplet atas jagad raya dan isinya. Tidak ada tempat yang tanpa pancaran Dzat. Seluruh jagad raya penuh oleh Dzat, tiada celah yang terlewatkan oleh Dzat, baik “di luar” maupun “di dalam”. Dzat menyusup, meliputi dan mengelilingi jagad raya seisinya. Demikianlah perumpamaan keber-ada-an Pangeran (Tuhan) Yang Mahasuci, ialah yang terpancar di dalam hidup kita pribadi.

Dzat merupakan sumber dari segala sumber adanya jagad raya seisinya. Retasan dari Dzat Yang Mahasuci dalam mewujud makhluk ciptaanNya, dapat digambarkan dalam alur yang bersifat hirarkhis sebagai berikut;


1.      Dzat; Hyang Mahasuci, Maha Kuasa, Dzatullah; sumber dari segala sumber adanya jagad raya dan seluruh isinya.

“NalikÃ¥ awang-awang – uwúng-uwung, dèrèng wóntên punÃ¥pÃ¥ punÃ¥pÃ¥, Hyang MÃ¥hÃ¥ KawÃ¥sÃ¥ manggèn wóntên satêngahíng kawóntênan, nyíptÃ¥ dumadósíng pasthi. Wóntên swantên ambêngúng ngêbêgi jagad kadós swantêníng gênthÃ¥ kêkêlêng. Ingriku wóntên cahyÃ¥ pacihang gumêbyar mungsêr bundêr kadós antigÃ¥ (tigan) gumandhúl tanpÃ¥ canthèlan. Énggal dipún astÃ¥ déníng Hyang MÃ¥hÃ¥ KawÃ¥sÃ¥, dipún pujÃ¥ : lalu meretaslah Kayyun.

2.      Kayu/kayyun; yang hidup/atma/wasesa, menjadi perwujudan dari Dzat yang sejati, memancarkan energi hidup. Kayun yang mewujud karena “disinari” oleh Dzat sejati. Dilambangkan sebagai kusuma anjrah ing tawang, yakni bunga yang tumbuh di awang-awang, dalam martabatnya disebut takyun awal, kenyataan awal muasal. Segala yang hidup disusupi dan diliputi energi kayu/yang hidup.

3.      Cahaya dan teja, nur, nurullah; pancaran lebih konkrit dari kayun. Teja menjadi perwujudan segala yang hidup, karena “disinari” kekuasaan atma sejati. Dilambangkan sebagai tunjung tanpo telogo, bunga teratai yang hidup tanpa air.  Berbeda dengan api, cahaya tidak memerlukan bahan bakar. Cahaya mewujud sebagai hakikat pancaran dari yang hidup. Di dalam cahaya tidak ada unsur api (nafsu) maka hakikat cahaya adalah jenjem-jinem, ketenangan sejati, suci, tidak punya rasa punya. Hakikatnya hanyalah sujud/manembah yang digerakkan oleh energi hidup/kayun, yakni untuk manembah kepada Dzat yang Mahasuci. Dalam martabatnya disebut takyunsani, kenyataan mewujud yang pertama. Ruh yang mencapai kamulyan sejati, di dalam alam ruh kembali pada hakikat cahaya. Sebagai sifat hakekat “malaikat”.

4.      Rahsa, rasa, sir, sirullah; sebagai perwujudan lebih nyata dari cahaya. Sumber rahsa berasal dari terangnya cahaya sejati. Dilambangkan isine wuluh wungwang,  artinya tidak kentara; tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan. Maka dalam martabat disebut akyansabitah. Ketetapan menitis, menetes, dalam eksistensi sebagai sir. Yakni menetes/jatuhnya cahaya menjadi rasa.

5.      Roh, nyawa, sukma, ruh, ruhullah. Sebagai perwujudan dari hakekat rasa. Sebab dari terpancarnya rasa sejati, diumpamakan sebagai tapaking kuntul nglayang. Artinya, eksistensi maya yang tidak terdapat bekas, maka di dalam martabat disebut sebagai akyankarijiyah. Rasa yang sesungguhnya, keluar dalam bentuk kenyataan maya. Karena ruh diliputi rahsa, wujud ruh adalah eksistensi yang mempunyai rasa dan kehendak, yakni kareping rahsa; kehendak rasa. Tugas ruh sejati adalah mengikuti kareping rahsa atau kehendak rasa, bukan sebaliknya mengikuti rasanya kehendak (nafsu). Ruh sejati/roh suci/ruhul kuddus harus menundukkan nafsu.

6.      Nepsu, angkara, sebagai wujud derivasi dari roh, yang terpancar dari sinar sukma sejati. Hakikat nafsu dilambangkan sebagai latu murup ing telenging samudra. Nafsu merupakan setitik kekuatan “nyalanya api” di dalam air samudra yang sangat luas. Artinya, nafsu dapat menjadi sumber keburukan/angkara (nila setitik) yang dapat “menyala” di dalam dinginnya air samudra/sukma sejati nan suci (rusak susu sebelanga). Disebut pula sebagai akyanmukawiyah, (nafsu) sebagai kenyataan yang “hidup” dalam eksistensinya. Paradoks dari tugas roh, apabila nafsu lah yang menundukkan roh, maka manusia hanya menjadi “tumpukan sampah” atau hawa nafsu angkara. Mengikuti rasanya keinginan (rahsaning karep).

7.      Akal-budi, disebut juga indera. Keberadaan nafsu menjadi wahana adanya akal-budi. Dilambangkan sebagai kudha ngerap ing pandengan, kudha nyander kang kakarungan. Akal-budi letaknya di dalam nafsu, diibaratkan sebagai “orang lumpuh mengelilingi bumi”. Adalah tugas yang amat berat bagi akal-budi; yakni menuntun hawa nafsu angkara kepada yang positif/putih (mutmainah). Sehingga diumpamakan wong lumpuh angideri jagad; orang lumpuh yang mengelilingi bumi. Disebut juga akyanmaknawiyah. Kemenangan akal-budi menuntun hawa nafsu ke arah yang positif dan tidak merusak, maka akan melahirkan nafsu baru, yakni nafsul mutmainah.

8.      Jasad/badan/raga. Merupakan perwujudan paling konkrit dari ruh (mahujud), dan retasan berasal dari derivasi terdekatnya yakni panca indera sejati. Jasad menjadi wahana adanya sifat. Jasad menjadi bingkai sifat, diumpamakan sebagai kodhok kinemulan ing leng. Kodhok personifikasi dari sifat manusia yang rendah, karena cenderung mengikuti hawa nafsu (rasaning karep), diselimuti oleh liang/rumah kodhok; liang adalah personifikasi dari jasad. Sifat-sifat manusia yang masih tunduk oleh jasad, merupakan gambaran Dzat sifat yang masih terhalang dan dikendalikan oleh sifat ke-makhluk-an. Sifat-sifat Dzat Tuhan dalam diri manusia masih diliputi oleh sifat kedirian manusia. Sebaliknya, pencapaian kemuliaan hidup manusia dilambangkan sebagai kodhok angemuli ing leng, kodok menyelimuti liangnya, apabila jasad keberadaannya sudah “di dalam”. Artinya hakekat manusia sudah diliputi oleh sifat Dzat Tuhan.

SISTEMATIKA MENUJU DZAT

Ketetapan jasad ditarik oleh akal
Ketetapan akal ditarik oleh nafsu
Ketetapan nafsu ditarik oleh roh
Ketetapan roh ditarik oleh sir
Ketetapan sir ditarik oleh nur
Ketetapan nur ditarik oleh kayun
Ketetapan kayu/kayun ditarik oleh Dzat

TANGGA UNTUK “BERTEMU” TUHAN (PARANING DUMADI)

Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa manusia memiliki dua kutub yang saling bertentangan. Di satu sisi, kutub badan kasar atau jasad yang menyelimuti akal budi sekaligus nafsu angkara. Jasad (fisik) juga merupakan tempat bersarangnya badan halus/astral/ruh (metafisik), di lain sisi. Manusia diumpamakan berdiri di persimpangan jalan. Tugas manusia adalah memilih jalan mana yang akan dilalui. Tuhan menciptakan SEMUA RUMUS (kodrat) sebagai rambu-rambu manusia dalam menata hidup sejati. Masing-masing rumus memiliki hukum sebab-akibat. Golongan manusia yang berada dalam kodrat Tuhan adalah mereka yang menjalankan hidup sesuai rumus-rumus Tuhan. Setiap menjalankan rumus Tuhan akan mendapatkan “akibat” berupa kemuliaan hidup, sebaliknya pengingkaran terhadap rumus akan mendapatkan “akibat” buruk (dosa) sebagai konsekuensinya. Misalnya; siapa menanam; mengetam. Rajin pangkal pandai. (lihat dalam Wirayat Laksita Jati).

Tugas manusia adalah menyelaraskan sifat-sifat kediriannya ke dalam “gelombang” Dzat sifat Tuhan. Dalam ajaran Kejawen lazim disebut manunggaling kawula gusti; dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Kodrat manusia yang lahir ke bumi adalah mensucikan jasad, jasad yang diliputi oleh Dzat sifat Tuhan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;

“Jasad dituntun oleh keutamaan budi, budi terhirup oleh hawanya nafsu, nafsu (rahsaning karep) diredam oleh kekuasaan sukma sejati, sukma diserap mengikuti rasa sejati (kareping rahsa), rahsa luluh melebur disucikan oleh cahaya, cahaya terpelihara oleh atma (energi yang hidup), atma berpulang ke dalam Dzat, Dzat adalah qadim ajali abadi”.


Rabu, 09 Januari 2013

Manusia adalah Makhluk Mistik

Bagi sebagian masyarakat yang mengklaim diri sebagai masyarakat peradaban modern, westernism bahkan sebagian yang mengesankan perilaku agamis yakni hanya bermain-main sebatas pada simbol-simbol agama saja tanpa mengerti akekatnya, dan kesadarannya masih sangat terkotak oleh dogma agama-agama tertentu (kesadaran “kulit”). Manakala mendengar istilah mistik, akan timbul konotasi negatif. Walau bermakna sama, namun perbedaan bahasa dan istilah yang digunakan, terkadang membuat orang dengan mudah terjerumus ke dalam pola pikir yang sempit dan hipokrit. Itulah piciknya manusia yang tanpa sadar masih dipelihara hingga akhir hayat. Selama puluhan tahun, kata-kata mistik mengalami intimidasi dari berbagai kalangan terutama kaum modernism, westernisme dan agamisme. Mistik dikonotasikan sebagai pemahaman yang sempit, irasional, dan primitive. Bahkan kaum mistisisme mendapat pencitraan secara negative dari kalangan kaum agamisme sebagai paham sesat dan sumber kemusrikan. Pandangan itu salah besar, jika tidak mau disebut sebagai fitnah keji !

Tentu saja penilaian itu mengabaikan kaidah ilmiah. Penilaian bersifat tendensius lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri, kepentingan rezim, dan kepentingan egoisme (keakuan). Penilaian juga rentan terkonaminasi oleh pola-pola pikir primordialisme dan fanatisme golongan, diikuti oleh pihak-pihak tertentu hanya berdasarkan sikap ikut-ikutan, ela-elu, dengan tanpa mau memahami arti dan makna istilah mistis yang sesungguhnya. Untuk itu, perlulah kiranya saya ingin berbagi kepada para pembaca yang budiman, mengenai makna yang sejatinya akan istilah mistis. Dengan harapan membangun sikap arif dan bijaksana, selalu hati-hati terutama dalam menilai seseorang atau suatu kelompok, golongan dan cara pandang masyarakat tertentu. Jika perilaku hidup dan pola piker kita tidak eling dan waspada, kita akan melebur ke dalam roda “wolak-waliking jaman” di mana orang salah akan berlagak selalu benar. Orang bodoh menuduh orang lain yang bodoh. Emas dianggap Loyang (besi). Besi dikira emas. Burung bangau dianggap dandang (alat menanak nasi). Yang asli dianggap palsu, yang palsu dibilang asli. Semua serba salah kaprah, kacau-balau, chaos, dan hidup penuh dengan kepalsuan-kepalsuan.

Eksistensi Mistik
Mistik dapat dipahami sebagai eksistensi tertinggi kesadaran manusia, di mana ragam perbedaan (“kulit”) akan lenyap, eksistensi melebur ke dalam kesatuan mutlak hal ikhwal, nilai universalitas, alam kesejatian hidup, atau ketiadaan. Kesadaran tertinggi ini terletak di dalam batin atau rohaniah, mempengaruhi perilaku batiniah (bawa) seseorang, dan selanjutnya mewarnai pola pikir nya. Atau sebaliknya, pola pikir telah dijiwai oleh nilai mistisisme yakni eksistensi kesadaran batin.

Meskipun demikian, eksistensi mistik yang sesungguhnya tidaklah berhendi pada perilaku batin (bawa) saja, lebih utama adalah perilaku jasad (solah). Artinya, mistik bukanlah sekedar teori namun lebih kearah manifestasi atau mempraktikkan perilaku batin ke dalam aktivitas hidup sehari-harinya dalam berhubungan dengan sesama manusa dan makhluk lainnya. Apakah anda ingin menjadi seorang agamis, yang hanya terpaku pada simbol-simbol agama berupa penampilan fisik, jenis pakaian, cara bicara, bahasa, gerak-gerik, bau minyak wanginya. Agamis hanya kenyang teori-teori agama atau dalil-dalilnya saja. Ataukah sebaliknya anda ingin menjadi seorang praktisi (penghayat) akan teori-teori tersebut sehingga tidak omong doang. Hal itu menjadi hak setiap orang untuk memilih, masing-masing akan membawa dampak yang berbeda-beda.

Dalam menjabarkan istilah mistik, saya sangat sepakat dengan guru besar Filsafat UGM Prof. Dr. Damarjati Supadjar, bahwa cirri-ciri mistikisme adalah sbb ;
  •     Mistisisme adalah persoalan praktek.
  •     Secara keseluruhan, mistisisme adalah aktifitas spiritual.
  •     Jalan dan metode mistisisme adalah cinta kasih sayang.
  •     Mistisisme menghasilkan pengalaman psikologis yang nyata.
  •     Mistisisme sejati tidak mementingkan diri sendiri.


Jika kita cermati dari kelima ciri mistikisme di atas dapat ditarik benang merah bahwa mistik berbeda dengan sikap klenik, gugon tuhon, bodoh, puritan, irasional. Sebaliknya mistik merupakan tindakan atau perbuatan yang adiluhung, penuh keindahan, atas dasar dorongan dari budi pekerti luhur atau akhlak mulia. Mistik sarat akan pengalaman-pengalaman spiritual. Yakni bentuk pengalaman-pengalaman halus, terjadi sinkronisasi antara logika rasio dengan “logika” batin. Pelaku mistik dapat memahami noumena atau eksistensi di luar diri (gaib) sebagai kenyataan yang logis atau masuk akal. Sebab akal telah mendapat informasi secara runtut, juga memahami rumus-rumus yang terjadi di alam gaib. Sebagai contoh ;

Kenapa simpanan uang di Bank tidak ada yang hilang di curi makhluk pesugihan ? Atau perhiasan emas di toko emas tidak bias hilang digondol sejenis jin atau pun siluman pesugihan ?
Secara logis-rasional, makhluk pesugihan yang sering mencuri uang atau perhiasan di rumah-rumah penduduk seharusnya bias mencuri uang dan perhiasan di kedua tempat tersebut. Namun kenyataannya kedua jenis harta kekayaan tersebut tidak bias dicuri oleh makluk gaib sejenis pesugihan manapun. Hal ini dikarenakan terdapat rumus di alam gaib yang berbeda dari dimensi bumi. Pada kesempatan selanjutnya saya akan bahas mengenai sebagian rumus-rumus di alam gaib (hukum di alam gaib) yang sejauh ini bisa saya ketahui, pernah saksikan dan buktikan dengan mata kepala sendiri.

Agama sebagai sarana menggapai tataran spiritual. Sementara spiritual adalah kesadaran tinggi akan nilai-nilai transenden atau ketuhanan. Mistisisme adalah wujud kesadaran itu dalam laku perbuatan konkrit. Dengan adanya kesadaran yang cukup memadai akan bagaimana sesungguhnya yang terjadi di alam gaib hal itu membuka pola pikir kita sehingga mampu memahami noumena kegaiban secara logis. Hal ini menjadikan para pelaku spiritual memiliki kemantapan tidak hanya sekedar yakin, tetapi dapat dikatakan bisa menyaksikan sendiri bagaimana “rumus-rumus halus” akan bekerja. Antara pengetahuan spiritual dengan tindakan nyata seiring dan seirama. Bagaikan lirik dengan syairnya. Aransemen dengan nada-nada musicnya. Sastra dengan gendhingnya. Sinergis dan harmonis, antara pengetahuan spiritual dengan perbuatannya. Menjadikan para pelaku spiritual sejati justru terkesan lebih santun dan memiliki sense on humanity yang tinggi, memiliki kepekaan social, solidaritas dan toleransi, kepedulian lingkungan social dan alam yang sangat mendalam. Perilaku-perilaku yang menunjukkan sikap arif dan bijaksana dalam menjalani kehidupan ini ketimbang orang-orang bergaya “agamisme” (kesadaran symbolic) yang terkadang perilakunya lepas kendali, sewenang-wenang dan beringas, emosional dan reaksional. Karena merasa diri menjadi sangat kuat telah menjadi orang yang memegang hak istimewa (privilege) di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Penjelasan singkat mengenai arti harfiah dan maknawiah tentang mistik, dapat diambil benang merah bahwa mistik Kejawen adalah laku spiritual berdasarkan pandangan hidup atau falsafah hidup Jawa. Atau disebut jawaisme (javanism). Yang paling utama dalam laku spiritual Jawa, adalah perilaku didasari oleh cinta kasih dan pengalaman nyata. Maka, bagi siapapun yang mengaku menghayati falsafah hidup Jawa namun perangainya masih mudah terbawa api emosi, angkara murka, reaksioner, sektarian, dan primordialisme, kiranya belum memahami secara baik apa itu nilai-nilai dalam falsafah hidup Kejawen. Mistik kejawen merupakan bagian dari ribuan mistik yang ada di bumi ini. Setiap masyarakat, bangsa dan budaya biasanya memiliki nilai-nilai tradisi mistik yang dipegang teguh sebagai pedoman hidup. Sekedar contoh, misalnya mistik Islam, dikenal dengan tradisi tasawuf, orang-orang yang mendalami disebut orang-orang zuhud, dan para sufistik. Mistik Budha atau Budhisme, mistik Hindu atau Hinduisme, dan masih terdapat ratusan bahkan ribuan lagi banyaknya mistik-mistik di dunia ini.

Mistik lebih fleksibel jika dibandingkan dengan agama, sebab mistik tidak mempersoalkan apa latar belakang ajaran, agama, budaya orang yang ingin menghayati. Hal itu tidak menimbulkan resiko terjadinya benturan nilai-nilai, karena dalam tradisi mistik yang sesungguhnya, keberagaman “kulit” akan dikupas, lalu mengambil sisi maknawiahnya yang bersifat hakekat atau esensial. Orang Jawa, Hindu, Kristen dan Budha, bias saja mempelajari ilmu tasawuf. Demikian pula sebaliknya, umat Islam bias pula mempelajari falsafah hidup Jawa. Hanya saja, kecenderungan kekuasaan rezim agama akan membuat batasan-batasan tegas kepada para penghayat mistik dengan mistik itu sendiri. Bahkan sering terjadi prejudis, pencitraan secara subyektif, dan punishment yang berdasarkan kepentingan rezim. Jangankan terhdap lintas budaya dan agama, kita ambil contoh sederhana saja misalnya, sebagian umat Islam melarang sesame umat Islam lainnya masuk ke dalam wilayah mistik Islam. Pelarangan dilakukan dengan dalih agama pula, sehingga pelarangan seringkali bekerja secara efektif membelenggu dinamika kesadaran umat. Yang terjadi adalah umat yang terkesan “agamis” tetapi sangat miskin pencapaian spiritualnya.


Selasa, 08 Januari 2013

Kyai Raden Santri

Magelang – Riwayat penyebaran agama Islam di Magelang Jawa Tengah agaknya berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Sejumlah kisah tentang ulama yang dimakamkan di daerah ini menandakan Islam telah berkembang pada awal berdirinya Mataram Islam.

Komplek Makam Raden Santri
Salah satu jejak yang bisa ditengok saat ini adalah bukit yang terletak tak jauh di Muntilan. Di atas bukit berketinggian 400 meter di atas permukaan laut itu, terdapat makam Pangeran Singasari atau dikenal dengan Kiai Raden Santri, seorang ulama yang hingga kini makamnya ramai didatangi peziarah.

Sesuai kondisinya, bukit itu bernama Gunungpring. Dalam bahasa Jawa, pring bermakna bambu. Desa tempat bukit berada pun bernama Gunungpring dan berjarak satu kilometer dari jalan raya Magelang-Yogyakarta.

Pangeran Singasari atau Kiai Raden Santri adalah salah satu putra Ki Ageng Pemanahan, pendiri kerajaan Mataram Islam. Berbeda dengan saudaranya, Panembahan Senopati, yang meneruskan memimpin kerajaan, Kiai Raden Santri lebih memilih menyebarkan Islam hingga pelosok daerah di Jawa Tengah.
Menurut Kiai Abdul Qowaid atau mbah Qowaid, 65 tahun, seorang keturunan Kyai Raden Santri, awalnya kakek buyutnya itu berkeliling Jawa Tengah untuk menyebarkan Islam sebelum akhirnya menetap di Gunungpring. “Disini pengikutnya bertambah banyak,” kata dia pada Tempo, Kamis (26/8) sore.

Untuk mencapai makam Kiai Raden Santri, peziarah harus menapaki deretan anak tangga sepanjang setengah kilometer. Di kanan-kiri tangga, berderet kios yang menjajakan aneka makanan, pakaian, buku doa hingga perlengkapan ibadah. Di bulan Ramadan seperti saat ini, kios itu memilih tutup meliburkan diri.

Makam itu berada dalam komplek bangunan pemakaman. Selain terdapat sebuah Musalla yang diberi nama Pangeran Singasari, dalam cungkup itu pun terdapat makam keturunan Kyai Raden Santri. Diantaranya adalah Kiai Krapyak III (keturunan ketiga), Kyai Haji Harun (keturunan keempat) dan Kiai Abdullah Sajad (keturunan kelima).

Adapun Kiai Krapyak I (keturunan pertama) dimakamkan di Watucongol – berjarak satu kilometer dari Gunungpring- dan Kiai Krapyak II (keturunan kedua) dimakamkan di Kalibawang Yogyakarta.
Kiai Abdul Qowaid mengaku sebagai putera dari Kiai Abdullah Sajad (keturunan kelima). “Saya yang bungsu,” kata dia.

Di bulan Ramadan seperti saat ini, banyak orang berdiam di dalam cungkup. Tak jarang, para peziarah yang datang dari berbagai daerah itu berdiam hingga berbulan-bulan lamanya. Mereka menghabiskan waktu dengan beribadah, membaca al Quran dan membaca doa. “Pada malam Jumat jumlahnya lebih banyak lagi,” kata Anwar, seorang peziarah asal Sleman Yogyakarta.

Lelaki yang telah berdiam selama sebulan di cungkup itu menuturkan, layaknya makam Wali Songo, makam Kiai Raden Santri merupakan salah satu makam ulama yang menjadi tujuan peziarah. Di hari biasa di luar bulan Ramadan, peziarah datang berombongan dengan menggunakan bus.

Bahkan karena kedekatan silsilahnya dengan Panembahan Senopati, pada waktu tertentu keluarga Kraton Yogyakarta juga datang berziarah ke makam itu. Seperti diketahui, Panembahan Senopati merupakan raja Mataram Islam yang menurunkan keturunan raja-raja di Kraton Surakarta dan Yogyakarta.

Mbah Qowaid mengingatkan, meski terbilang putra Ki Ageng Pemanahan dan saudara dari Panembahan Senopati, namun Kiai Raden Santri telah melepas gelar ningrat yang disandangnya. Bahkan untuk anak cucunya. Dengan sepenuh hati, Kiai Raden Santri telah mengabdikan hidupnya untuk penyebaran Islam. “Ah tidak usah, saya ini orang biasa,” kata dia tertawa saat ditanya gelar ningratnya. 


Senin, 07 Januari 2013

Gasiang tangkurak

Gasiang tangkurak. Jenis gasiang yang biasa difungsikan sebagai media untuk menyakiti dan menganiaya orang lain secara magis. Gasiang tingkurak bentuknya mirip dengan gasiang seng yang pipih, tetapi bahannya dari tengkorak manusia. Gasiang seperti ini hanya bisa dimainkan oleh dukun, orang yang memiliki kemampuan magis. Sambil memutar gasiang, dukun membacakan mantra-mantra. Pada saat yang sama, orang yang menjadi sasaran akan merasakan sakit, gelisah dan melakukan tindakan layaknya orang sakit jiwa.

Misalnya, berteriak-teriak, menarik-narik rambut, dan yang paling popular- memanjat dinding. Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada malam hari. Bila dukun bisa mempengaruhi korbannya, maka korban akan berjalan menemui dukun atau orang lain yang meminta dukun melakukan hal demikan. Di antara isi mantra dukun itu berbunyi, jika korban sedang tidur suruh ia bangun, kalau sudah bangun suruh duduk, jika duduk suruh berjalan, berjalan untuk menemui si anu.. Penyakit magis yang disebabkan oleh gasing tangkurak ini lazim disebut Sijundai .

Ilmu magis yang memanfaatkan gasiang tingkurak untuk menimbulkan penyakit sijundai merupakan ilmu jahat yang dijalankan melalui persekutuan dengan syetan. Ilmu ini beredar luas dan dikenal oleh masyarakat di pedesaan Minangkabau pada umumnya. Hal ini misalnya terlihat pada popularitas lagu Gasiang Tangkurak ciptaan Syahrul Tarun Yusuf dinyanyikan oleh Elly Kasim, seorang penyanyi Minang legendaris.

Gasiang tangkurak biasanya digunakan membalas dendam. Seseorang datang kepada sang dukun untuk menyakiti seseorang dengan sejumlah bayaran. Ukuran harga yang lazim digunakan adalah emas. Sebagai syarat pengobatan, biasanya dukun meminta emas dalam jumlah tertentu sebagai tanda, bukan upah. Tanda ini akan dikembalikan jika sang dukun gagal dalam menjalankan tugasnya. Tetapi kalau ia berhasil, maka uang tanda ini diambil, dan pemesan harus menambahnya dengan uang jasa.

Selain untuk menyakiti, ada dukun tertentu yang menggunakan gasiang tingkurak untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh hal-hal magis. Yang lainnya, gasiang sering juga dipakai sebagai media untuk mensugesti orang lain menjadi tertarik pada diri kita. Ilmu terakhir ini biasa disebut Pitunang .

Sesuai dengan namanya, bahan utama gasiang tingkurak adalah tengkorak manusia yang sudah meninggal. Gasiang ini hanya bisa dibuat oleh orang yang memiliki ilmu batin tertentu. Pada berbagai daerah terdapat beberapa perbedaan menyangkut bahan tengkorak yang lazim dan paling baik digunakan sebagai bahan pembuat gasing tangkurak. Pada beberapa daerah, tengkorak yang biasa digunakan adalah tengkorak dari seseorang yang mati berdarah.

Daerah yang lain lebih menyukai tengkorak dari orang yang memiliki ilmu batin yang tinggi khususnya untuk pengobatan, sedangkan daerah yang lain lagi percaya bahwa tengkorak dari wanita yang meninggal pada saat melahirkan merupakan bahan paling baik. Bahkan pada daerah tertentu, seorang informan menyebutkan bahwa tengkorak yang paling baik adalah tengkorak anak-anak yang telah disiapkan sejak kecil. Anak itu dibawa ke tempat yang sunyi, kemudian dipancung. Tengkorak yang masih berdarah itulah yang dijadikan bahan untuk gasiang tengkorak.

Bagian tengkorak yang digunakan adalah pada bagian jidat. Pada hari mayat dikuburkan, dukun pembuat mendatangi kuburan, menggali kubur dan mayatnya dilarikan. Tengkorak yang diambil adalah pada bagian jidat, karena dipercaya pada bagian inilah terletak kekuatan magis manusia yang meninggal. Ukuran tengkorak yang diambil tidak terlalu besar, kira-kira 2 X 4 cm. Saat mengambil tengkorak mayat, dukun membaca mantra khusus sambil menyebut nama si mayat.

Setelah diambil, jidat itu dilubangi dua buah di bagian tengahnya. Saat terbaik untuk membuat lobang adalah pada saat ada orang yang meninggal di kampung tempat pembuat gasiang berdomisili. Saat demikian dipercaya akan memperkuat daya magis gasiang. Kemudian pada kedua lubang itu dimasukkan benang pincono, atau benang tujuh ragam. Gasiang dan benang itu kemudian diperlakukan secara khusus sambil memantra-mantrainya. Gasiang itulah kemudian yang digunakan untuk menyakiti orang.

Ada lagi jenis gasiang lain, yang fungsinya hampir sama dengan gasiang tingkurak. Gasiang ini terbuat dari limau puruik ( Citrus hystrix ) dari jenis yang jantan dan agak besar. Pada limau itu dibacai mantra-mantra. Limau purut ditaruh di atas batu besar, kemudian dihimpit dengan batu besar yang lain. Batu itu sebaiknya berada di tempat terbuka yang disinari cahaya matahari sejak pagi hingga petang. Sebelum dihimpit dengan batu, dibacakan mantra. Limau dibiarkan hingga kering benar, setelah itu baru dibuat lobang ditengahnya. Ke dalam lobang itu digunakan banang pincono, atau benang tujuh warna.

Gasiang jenis ini biasanya dipakai untuk masalah muda-muda dan pengobatan. Pemakaian gasiang ini menggunakan perhitungan waktu tertentu yang didasarkan pada pembagian waktu takwim. Untuk kepentingan muda-mudi, waktu yang lazim dipakai adalah waktu Zahrah, sedangkan untuk pengobatan dilakukan pada waktu Syamsu. Untuk tujuan baik, tidak ada pantangan saat menggunakan gasiang. Tetapi untuk hal yang jahat, maka pengguna harus menghindari seluruh hal yang berkaitan dengan jalan Tuhan harus dihindari.