Senin, 01 April 2013

Gelar-gelar bangsawan Jawa

Gelar kebangsawanan di Indonesia pada umumnya diberikan kepada masyarakat keraton dan orang-orang di luar keraton yang dianggap berjasa kepada keraton. Seorang raja di kerajaan Mataram biasanya memiliki beberapa orang istri / selir (garwa ampeyan) dan seorang permaisuri / ratu (garwa padmi). Dari beberapa istrinya inilah raja tersebut memperoleh banyak anak lelaki dan perempuan dimana salah satu anak lelakinya akan meneruskan tahtanya dan diberi gelar putra mahkota. Sistem pergantian kekuasaan yang diterapkan biasanya adalah primogenitur lelaki (bahasa Inggris: male primogeniture) dimana anak lelaki tertua dari permaisuri berada di urutan teratas disusul kemudian oleh anak lelaki permaisuri lainnya dan setelah itu anak lelaki para selir.

Adipati
Adipati adalah sebuah gelar kebangsawanan untuk orang yang menjabat sebagai kepala wilayah-wilayah yang tunduk/vazal dalam struktur pemerintahan kerajaan di Nusantara, seperti di Jawa dan Kalimantan. Gelar ini bukan gelar yang terkait dengan garis keturunan, tetapi gelar yang terkait dengan jabatan. Wilayah yang dikepalai oleh seorang Adipati dinamakan Kadipaten.

Adipati Agung atau Haryapatih merupakan gelar yang lebih tinggi dari Adipati, sedangkan wilayah yang dikepalainya dinamakan Kadipaten Agung atau Keharyapatihan. Gelar Adipati dan Adipati Agung dipadankan dengan gelar dalam bahasa Inggris Duke dan Grand Duke untuk bangsawan-bangsawan di Eropa.

Luksemburg merupakan satu-satunya negara berdaulat di dunia yang dikepalai oleh seorang Haryapatih.

Amangkurat
mangkurat adalah sebuah gelar yang diperoleh Raden Mas Sayidin yang setelah dewasa bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram. Ia merupakan putra Sultan Agung dari Mataram, yang disebut Susuhunan Ing Alaga. Gelar ini kemudian diteruskan ke keturunan-keturunannya hingga terakhir Amangkurat IV yang memerintah hingga 1727:

    * Amangkurat I (Sunan Tegalwangi / Sunan Tegalarum / Sunan Getek) - memerintah antara 1645-1677.
    * Amangkurat II (Sunan Amral) - memerintah antara 1677-1703.
    * Amangkurat III (Sunan Mas) - memerintah antara 1703-1705.
    * Amangkurat IV (Sunan Prabu) - memerintah antara 1719-1727.

 Gusti
Gusti adalah gelar kebangsawanan yang umumnya dimiliki oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia yang mendapat pengaruh dari kerajaan-kerajaan (Bahasa Jawa: Keraton) di Pulau Jawa. Arti dari kata "Gusti" itu sendiri adalah "Tuan" atau "Tuan Putri". Sampai saat ini, gelar Gusti masih dipakai oleh keturunan bangsawan di berbagai daerah Indonesia, contohnya di Bali, Yogyakarta, Surakarta, Banjarmasin, Kotawaringin Barat, Landak dan lain-lain.Banyak tokoh-tokoh bangsawan yang menyandang gelar Gusti pada nama mereka, merupakan tokoh-tokoh yang aktif berperan dalam kebudayaan dan menjunjung semangat nasionalisme di Indonesia. Nama-nama mereka antara lain:

* Hamengkubuwono X, raja Kesultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
* Mangkunagara VIII, raja Mangkunagaran Surakarta dari tahun 1944-1987
* I Gusti Ngurah Rai, pahlawan Indonesia dari Badung, Bali
* I Gusti Ketut Jelantik, pahlawan Indonesia dari Karangasem, Bali
* Anak Agung Pandji Tisna, sastrawan, perintis pariwisata Bali Utara, raja sejak tahun 1944 mengundurkan diri tahun 1947 dari Buleleng, Bali
* Putu Wijaya, sastrawan, dramawan dan penulis skenario dari Tabanan, Bali
* Gusti Iskandar Sukma Alamsyah, anggota DPD dari Kalsel
* Gusti Inu Kartapati, nama semasa kecil Pangeran Antasari
* Gusti Suriansyah, nama Pangeran Landak (raja Landak), Kalbar
* Gusti Barmawi, pemimpin pemberontakan rodi tahun 1927 di Kelua, Tabalong, Kalimantan Selatan

Hamengkubuwana
Hamengkubuwana adalah sebuah gelar yang diperoleh Raden Mas Sujana yang setelah dewasa bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia merupakan putra Amangkurat IV. Gelar ini diperolehnya melalui Perjanjian Giyanti dan kemudian diteruskan ke keturunan-keturunannya hingga yang saat ini, Hamengkubuwana X:

* Hamengkubuwana I
* Hamengkubuwana II
* Hamengkubuwana III
* Hamengkubuwana IV
* Hamengkubuwana V
* Hamengkubuwana VI
* Hamengkubuwana VII
* Hamengkubuwana VIII
* Hamengkubuwana IX
* Hamengkubuwana X

Mangkubumi
Mangkubumi adalah sebutan untuk Perdana Menteri yang pernah dipakai pada kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Kalimantan.

Mangkubumi berasal dari bahasa Jawa, selengkapnya "Mahapatih Hamengkubumi" sering disingkat Patih atau Mangkubumi saja.

Yang menjabat mangkubumi biasanya bukan dari kalangan bangsawan, tetapi lama-kelamaan jabatan mangkubumi dijabat pula oleh keturunan raja/bangsawan (Pangeran).
Pangeran Mangkubumi

Pangeran Mangkubumi adalah gelar untuk seorang yang menjabat sebagai Mangkubumi yang sekaligus adalah seorang Pangeran. Gelar ini sering dipakai di Jawa, Kalimantan dan lain-lain. Ia adalah salah seorang putra dari Hamengkubuwana II.

Pangeran yang menyandang gelar Pangeran Mangkubumi :

* Hamengkubuwana I
* Pangeran Tapasana, mangkubumi Banjar pada masa Sultan Saidullah 1657-1660
* Pangeran Mas Dipati, mangkubumi Banjar tahun 1660-1663
* Pangeran Hidayatullah, mangkubumi Banjar tahun 1856-1859

Maharaja Mangkubumi

Perdana Menteri di Kesultanan Aceh disebut Maharaja Mangkubumi, yang menggabungkan istilah maharaja dan mangkubumi.
Wazir

Wazir juga berarti Perdana Menteri, tetapi berasal dari bahasa Arab. Jabatan Wazir juga pernah dipakai di Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan.

Mangkunegara
Mangkunegara atau lengkapnya Pangeran Adipati Mangkunegara adalah sebuah gelar yang diperoleh Raden Mas Said yang setelah dewasa bergelar Pangeran Sambernyowo. Ia merupakan putra Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura. Gelar ini diperolehnya melalui Perjanjian Salatiga dan kemudian diteruskan ke keturunan-keturunannya dan saat sekarang yang memegang penguasa di Praja Mangkunegaran adalah Mangkunegara IX.
Raja-raja Mangkunegara

* Mangkunegara I
* Mangkunegara II
* Mangkunegara III
* Mangkunegara IV
* Mangkunegara V
* Mangkunegara VI
* Mangkunegara VII
* Mangkunegara VIII
* Mangkunegara IX

Kanjeng Pangeran Harya
Kanjeng Pangeran Harya (disingkat KPH atau menurut ejaan pra-EYD K.P.H.) adalah gelar kebangsawanan Jawa yang diberikan kepada keturunan ningrat yang berjasa banyak bagi kerajaan. Semua kerajaan pewaris Mataram menggunakan gelaran ini. Variasi yang mungkin adalah Kanjeng Pangeran Arya (KPA). Dalam bahasa Jawa, "harya" dibaca "aryo".

Paku Alam
'Paku Alam adalah nama lain dari Sultan Hamengkubuwana I saat Sultan masih dalam peperangan dengan Belanda.Setelah Sultan wafat (1792), seorang puteranya Bendara Pangeran Harya Notokusumo ketika diangkat menjadi Pangeran Merdiko oleh Pemerintah Inggris nama Paku Alam dipilihnya sebagai gelar raja melalui Perjanjian Politik 17 Maret 1813 dengan wilayahnya disebut Kadipaten. Ia merupakan putra ketiga Hamengkubuwana I dan sebagai raja di wilayah Kadipaten bergelar sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam. Bendara Pangeran Harya Notokusumo dalam perjanjian 17 Maret 1813 adalah Paku Alam I. Gelar ini kemudian diteruskan ke keturunan-keturunannya hingga saat ini yakni Paku Alam IX:

* Paku Alam II
* Paku Alam III
* Paku Alam IV
* Paku Alam V
* Paku Alam VI
* Paku Alam VII
* Paku Alam VIII
* Paku Alam IX

Panembahan
Panembahan artinya orang yang disembah/junjungan/Yang Dipertuan (bahasa Jawa). Gelar ini berada satu level di bawah gelar Sunan dan satu level di atas gelar Pangeran Dipati. Pangeran Dipati merupakan gelar untuk Pangeran senior anggota Dewan Mahkota yang berada di bawah mangkubumi. Gelar Sunan sendiri berada di bawah dari gelar Sultan.

Gelar ini dipakai pada beberapa kerajaan di Kalimantan, Jawa, Madura dan lain-lain. Setingkat di bawah gelar Panembahan adalah Panembahan Muda, penguasa daerah yang kekuasaan dan kewenangannya lebih kecil atau gelar penguasa yang bukan dari keturunan bangsawan

Misalnya :

* Panembahan Giri, pengganti gelar untuk penguasa Giri Kedaton yang disebut Sunan Giri yang tidak digunakan lagi setelah dikalahkan VOC.
* Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, gelar Pangeran Antasari karena kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan Belanda, secara teknis sebagai pengganti Sultan Banjar yang dibuang ke Jawa.
* Panembahan juga dipakai sebagai gelar penguasa (raja)/penghulu di Kalimantan Barat seperti Kerajaan Matan, Kerajaan Simpang, Kerajaan Sukadana, Kerajaan Mempawah, dan lain-lain.

Raden
Raden adalah gelar kebangsawanan di kebudayaan Jawa, Madura, Sunda, dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Gelar ini sejak abad ke-14 misalnya juga dipakai di Kalimantan (Kerajaan Negara Daha) dan masih dipakai pada sebagian keraton misalnya Kesultanan Sambas.

Dalam menulis nama orang, "Raden" biasa disingkat "R.".

Pakubuwana
Pakubuwana adalah sebuah gelar yang diperoleh Raden Mas Darajat yang setelah dewasa bergelar Pangeran Puger. Ia merupakan putra Amangkurat I. Gelar ini kemudian diteruskan ke keturunan-keturunannya hingga yang saat ini, Pakubuwana XIII:

* Pakubuwana I
* Pakubuwana II
* Pakubuwana III
* Pakubuwana IV
* Pakubuwana V
* Pakubuwana VI
* Pakubuwana VII
* Pakubuwana VIII
* Pakubuwana IX
* Pakubuwana X
* Pakubuwana XI
* Pakubuwana XII
* Pakubuwana XIII

Raden Ayu
Raden Ayu (singkatan: R.Ay., bentuk tidak baku: RAy) adalah gelar kebangsawanan Jawa yang diberikan pada seorang perempuan keturunan ningrat yang menikah dengan seorang laki-laki dari generasi kedua hingga ketujuh dari raja/pemimpin yang terdekat (secara silsilah) yang pernah memerintah. Gelar ini dipakai oleh semua kerajaan pewaris Mataram dan juga kadipaten-kadipaten bawahannya. Dalam tradisi Kesultanan Banten digunakan istilah Ratu Ayu.

Raden Mas
Raden Mas (R.M., bentuk tidak baku: RM) adalah gelar kebangsawanan Jawa yang otomatis melekat pada seorang laki-laki keturunan ningrat dari keturunan kedua hingga ketujuh dari raja/pemimpin yang terdekat (secara silsilah) yang pernah memerintah. Gelar ini dipakai oleh semua kerajaan di Jawa pewaris Mataram. Dalam tradisi gelar Kesultanan Banten, istilah Ratu Bagus (disingkat Tubagus, Tb.) dipakai untuk pengertian yang sama.

Seorang laki-laki ningrat yang merupakan keturunan langsung (generasi pertama) dari raja/pemimpin yang memerintah akan mendapat tambahan Bandara (baca "bandoro") di depan gelarnya, sehingga menjadi Bandara Raden Mas (disingkat BRM).

Raden Ajeng
Raden Ajeng (singkatan: R.A., bentuk tidak baku: RA) adalah gelar kebangsawanan Jawa yang otomatis melekat pada seorang perempuan keturunan ningrat dari generasi kedua hingga ketujuh dari raja/pemimpin yang terdekat (secara silsilah) yang pernah memerintah. Gelar ini dipakai oleh semua kerajaan pewaris Mataram dan juga kadipaten-kadipaten bawahannya.

Sunan
Sunan, dalam budaya suku-suku di Pulau Jawa, adalah sebutan bagi orang yang diagungkan dan dihormati, biasanya karena kedudukan dan jasanya di masyarakat. Kata ini merupakan penyingkatan dari susuhunan[1]. Kata ini berarti tempat penerima "susunan" jari yang sepuluh, atau dengan kata lain "sesembahan".

Pada periode sejarah Jawa pra-Islam gelar ini jarang dipakai atau tidak banyak didokumentasi. Pada awal-awal masuknya Islam di Jawa, gelar ini biasa diberikan untuk mubaligh atau penyebar agama Islam, khususnya di tanah Jawa pada abad ke-15 hingga abad ke-16. Selain sunan, ada pula mubaligh lainnya yang disebut syekh, kyai, ustadz, penghulu, atau tuan guru. Gelar "sunan" atau "susuhunan" juga diberikan kepada penguasa Kraton Surakarta Hadiningrat (Kasunanan Surakarta).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar