Selasa, 16 April 2013

Mistik Pesugihan Nyi Blorong

Nyi Blorong dipercaya sebagai penglima terkuat di kerajaan lelembut Laut Selatan. Dengan kemampuannya itu, ia di anggap sanggup mewujudkan setiap permintaan manusia yang mengajaknya bersekutu. Tetapi, benarkah kepingan-kepingan emas yang diberikan bukan kisah legenda semata?

Ombak Pantai Selatan bergulung-gulung dahsyat. Bak makhluk apa saja yang ada disekitarnya. Banyak orang mengidentifikasi tempat itu sebagai daerah kekuasaan Nyi Roro Kidul atau Nyi Blorong. Tentu saja dengan segenap senopati dan punggawanya yang terdiri dari bermacam-macam makhluk halus.

Jika Nyi Roro Kidul selama ini dikenal senagai penguasa gaib keraton Pantai Selatan, maka Nyi Blorong dikenal sebagai salah satu petinggi di jajaran keraton Segara Pantai Selatan yang memiliki kesaktian yang luar biasa.

Karena kehebatannya itu pula. Nyi Blorong di anggap bisa memback-up sepenuhnya setiap keinginan manusia yang menjalin persekutuan gaib dengannya. Nyi Blorong yang di gambarkan sebagai sosok wanita dengan tubuh ular itu di percaya dapat mendatangkan kekayaan bagi orang yang mengajaknya bersekutu. Dengan melakukan persekutuan tersebut, setiap kali Nyi Blorong datang akan meninggalkan keping-keping emas di tempat dia menemui orang yang menjalin hubungan dengannya.

Emas yang ditinggalkan oleh Nyi Blorong sengaja diberikan kepada orang yang menghambanya itu sebenarnya merupakan sisik-sisik tubuh Nyi Blorong sendiri. Sisik-sisik tersebut akan terus mengalami perubahan setiap kali menerima persembahan sesaji dari orang yang mengajaknya bersekutu. Sisik-sisik yang ditinggalkan itu akan berubah menjadi emas murni.

Tampilan Nyi Blorong yang nampak sebagai seorang ratu dengan kebaya tradisional yang sangat memikat itu sebenarnya merupakan perwujudan kamulfase dari sosok Nyi Blorong yang sebenarnya. Karena kesaktiannya, dia bisa nampak seperti itu. Sebenarnya, kain panjang sulaman benang emas yang dikenakannya itu adalah wujud dari tubuhnya bagian bawah yang berupa ular raksasa.

Untuk menyokong penampilan di depan para pemujanya, agar selalu tampil anggun, cantik, dan berwibawa, Nyi Blorong selalu mensyaratkan kepada orang yang mempersekutukannya agar melakukan rirual ‘cawis sesaji’. Ritual tersebut umumnya berlangsung pada malam-malam purnama. Konon, pada saat malam purnama penuh Nyi Blorong akan tampak semakin cantik, dan tuah kesaktiannya berpendar sempurna. Tuah kesaktian itu sendiri, akan mendukung penampilan kecantikannya. Namun, ketika bulan purnama mulai surut, dia akan segera nampak dengan perwujudan aslinya. Yakni siluman kepala mirip manusia dengan tubuh bagian bawah berupa ular raksasa.

Sudah barang pasti banyak syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjalin persekutuan dengan Nyi Blorong dan mendapatkan sisik-sisik emas dari tubuhnya. Yang harus dilakukan pertama kali adalah melakukan ritual ‘mbucal badan’ (berpuasa dan bersemedi) di wilayah pantai laut selatan selama empat puluh hari empat puluh malam. Ritual ini sangat menentukan berhasil tidaknya persekutuan. Sebab, pada ritual inilah Nyi Blorong akan muncul dan memberikan syarat-syarat khusus kepada yang menginginkan persekutuan.

Bila syarat-syarat khusus, yang umumnya berupa penampakan wilayah gaib keraton Laut Selatan dan Nyi Blorong dalam mimpi sudah didapatkan, maka ritual lanjutan berupa larung sesaji di wilayah laut selatan baru bisa dilaksanakan. Sesaji pokok yang harus dilarung, biasanya berupa dua sisir pisang raja, kinang, sekar abon-abon, jajan pasar lengkap, dan beragam tanaman ubi-ubian atau yang biasanya disebut ‘pala kepandhem’. Sedangkan barang-barang yang harus dilurung untuk dipersembahkan kepala keraton gaib Laut Selatan dan Nyi Blorong harus dibagi dua masing-masing diletakkan dalam sebuah wadah yang terbuat dari kuningan.

Pada wadah yang pertama disertakan kain panjang bermotif cinde ijem, cinde abrit, sinjang limar, dan kain penutup dada bermotif solog, gadhung mlathi, gadhung, udorogo, jingga, bangun tulak, serta tikar pasir yang ditutupi mori. Selain itu juga harus disertakan minyak wangi, dupa ratus, dan uang rogam ratusan.

Sedangkan pada wadah yang ke dua di isi dengan kain panjang bermotif poleng, teluh watu, kain penutup dada bermotif dringin, songer pandhan benethot, podhang ngisep sari, bangun tulak, minyak wangi, serta dupa ratus, dan uang rogam seratus rupiah.

Ritual labuhan barang dan sesaji ini tidak hanya dilakukan sekali, melainkan harus dilaksanakan secara rutin setiap tahun pada tangal dan waktu yang sama dengan ritual larungan yang pertama kali diadakan.

Selain ritual yang diatas, Nyi Blorong juga menerapkan syarat yang sangat berat bagi orang yang menjalin persekutuan gaib dengannya. yaitu mereka yang bersekutu dengan Nyi Blorong sama dengan melakukan kontrak ‘mati’ dengannya. Sebab saat ajal menjemput, arwah orang tadi akan menjadi bagian dari penghuni keraton gaib Laut Selatan. Dia akan menjadi abdi dalam dan untuk selamanya di sana. Selain itu, dalam jangka waktu tertentu, Nyi Blorong juga akan meminta tumbal nyawa untuk penambahan prajuritnya.

Tumbal jiwa ini pula yang ikut memberi andil dalam meremajakan kulit ular Nyi Blorong. Sehingga, semakin banyak tumbal yang dipersembahkan maka akan semakin banyak keping-keping emas yang akan diterima dari Nyi Blorong. Oleh karena itu, tumbal nyawa ini tidak hanya berfungsi sebagai penambahan prajuritnya, tetapi juga sebagai penunjang kecantikan dan kesaktian Nyi Blorong. Sementara disisi lain, tumbal nyawa manusia ini akan digunakan sebagai sarana pemuas nafsu Nyi Blorong.

Nyi Blorong memiliki nafsu seksual yang luar biasa. Dan untuk memuaskan hasratnya, tumbal-tumbal itulah akan dijadikan semacam budak pemuas nafsunya. Dengan terpenuhi hasratnya, kecantikannya akan senantiasa terpelihara. Tidak hanya itu saja, biasanya si pencari pesugihan juga harus melayani Nyi Blorong pada saat-saat tertentu sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan sisik emasnya. Dan bersebadan dengan Nyi Blorong tidak jauh sama seperti menyerahkan hidup kepadanya. Sebab. dia juga menyedot energi kejiwaan untuk menggantikan sisiknya yang terlepas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar